“menaburlah bagimu sesuai dengan keadilan menuailah menurut kasih setia” (Hosea 10:12)
Kitab Nabi Hosea termasuk dalam kelompok kitab Nabi Kecil. Sebutan
‘nabi kecil’ itu bukan karena peranan atau kedudukan nabi yang
dikisahkan tidak begitu penting, melainkan karena kitab itu pendek,
hanya menyimpan 14 bab dari pewartaan nabi. Dari kitab itu tampillah
sosok nabi yang istimewa. Nampaknya nabi yang menjadi pewarta pesan
kesetiaan ini berasal dari kerajaan Utara (Israel). Kitab sendiri tidak
memberikan banyak keterangan mengenai nabi yang disebut Hosea itu. Nama
Hosea hanya disebut pada awal kitab itu, 1:1 dan 1:2a. Setelah itu nama
itu tidak lagi muncul. Nama itu sendiri barangkali sebuah kependekan
dari kata hwsh’yh (w), yang berarti ‘Yahwe telah menyelamatkan’ atau ‘Selamatkanlah ya Yahwe’.
Dalam awal kitab tersebut disebutkan juga nama ayahnya yaitu Beeri,
tanpa keterangan lain tentang asal usul keluarganya. Dugaan bahwa Hosea
berasal dan berkarya di Kerajaan Israel hanya diperoleh dari kekhasan
dialek yang digunakan dan umat yang menjadi sasaran pesannya, yang
sebagian besar adalah dari penduduk Efraim.
Rupanya tokoh yang ada di balik kitab itu mengenal baik situasi dan
kondisi politik serta sosial pada jamannya. Tempat-tempat yang sering
disebut dalam pewartaan nabi adalah Samaria, 7:1; 8:5-6; 10:5.7; 14:1,
pusat ziarah Betel, 4:15; 12:15 dan Gilgal, 4:15; 9:15; 12:12. Mungkin
di tempat-tempat tersebut nabi mengembangkan kegiatan kenabiannya. Nabi
melihat bahaya kehidupan setempat, yaitu praktek kehidupan penyembahan
berhala kesuburan (Baalisme) yang merasuki kehidupan iman umat akan
Yahwe. Nampak jelas dari pewartaan yang terdapat dalam kitab itu, bahwa
Hosea memiliki kepekaan hati dan ketajaman wawasan iman yang perlu
disampaikan kepada umatnya. Ia mengambil sumber-sumber untuk
pewartaannya dari tradisi kebijaksanaan. Cara pewartaannya menunjukkan
bahwa ia mahir menggunakan bahasa yang menarik, tahu dengan baik tradisi
sejarah bangsanya, yaitu umat Israel.
Latar belakang kehidupan nabi sendiri tidak diketemukan informasinya
dalam kitab itu. Rupanya nabi dipanggil menjadi nabi pada usia muda,
sekitar usia pria yang menginjak masa berkeluarga, 1:2. Peranannya
sebagai nabi berlangsung dalam periode yang cukup lama. Ia memahami
panggilan dan perutusan Allah sebagai sarana Allah menyapa umat Israel.
Tugas kenabian itu dikaitkan dengan peranan Musa yang melaksanakan
perintah Allah untuk menjaga dan menghukum Israel, 12:10; 13:4; 9:8;
6:5. Maka tidak mustahil bahwa melalui tradisi kenabian itu nabi
mendapatkan pengetahuan tentang sejarah Israel, yang dilihatnya dalam
tiga periode, yaitu periode keluaran, padang gurun dan tanah terjanji
yaitu Kanaan. Bagi Hosea, nabi adalah seorang yang berjuang demi Yahwe
melawan sesembahan penduduk setempat Kanaan, yakni Baal. Kecuali itu
nabi juga kritis terhadap hubungan dengan raja-raja setempat yang bisa
saja mengasingkan umat Allah dari Tradisi iman bangsa tersebut. Maka
nabi juga mengritik kekuasaan militer dan sekular. Sejauh manakah nabi
ini mempunyai hubungan dengan para nabi pendahulunya tidaklah jelas,
meskipun ada kesinambungan tradisi kenabian itu.
Pada dua bagian yang mengisahkan pengalaman nabi itu dikisahkan bahwa
Hosea menikah dengan seorang wanita sundal 1:2 dst serta 3:1-2.
Perempuan yang disebut dalam kedua kisah itu nampaknya bisa juga
mempunyai peranan simbolis dalam pewartaan kenabian. Pada kisah yang
pertama, 1:2-9 dilukiskan bagaimana Hosea menerima perintah Yahwe pada
awal panggilannya sebagai nabi untuk menikahi seorang wanita sundal. Hal
ini sekaligus menjadi isyarat kepada bangsanya bahwa bangsa itu
bersundal terhadap Yahwe. Hubungan Israel dengan Yahwe ditandai
ketidaksetiaan. Gomer binti Diblaim yang disebut dalam kisah itu
barangkali adalah seorang wanita yang sering melakukan sundal-bakti di
tempat ziarah Kanaan, yaitu wanita yang biasa diajak melakukan hubungan
oleh para imam Kanaan untuk merayakan kesuburan tanah, sesuai dengan
adat kebiasaan di situ. Ketiga anak yang dilahirkan oleh Gomer diberi
nama yang menggambarkan sikap Yahwe terhadap Israel. Anak pertama,
laki-laki diberi nama Yizreel, artinya ‘Allah akan menebarkan’, atau
‘menceraiberaikan’. Kalau nama itu dihubungkan dengan Israel, maka
artinya adalah ‘dia yang bergumul melawan Allah’, bdk Kejadian 32:8. Ada
sementara penafsir yang menghubungkan nama itu dengan lembah Yizreel
yang memberikan kenangan pahit bagi bangsa Israel. Di lembah itu raja
Yehu, yakni kakek buyut raja Yerobeam yang memerintah pada masa kegiatan
Hosea sebagai nabi ini, menghancurkan dinasti Omri (886-874), dan
merebut takhta kerajaan Israel. Dalam 1:4 nama Yizreel dikaitkan dengan
keputusan Yahwe menghukum keluarga Yehu karena hutang darah tersebut.
Anak Hosea yang kedua, seorang perempuan diberi nama Lo Ruhama, yang
berarti ‘tidak disukai’. Dengan demikian juga menjadi isyarat bahwa
Israel yang tidak setia itu tidak disukai Yahwe. Sedang anak yang
ketiga, laki-laki, diberi nama Lo Ami, yang berarti ‘bukan umatKu’ atau
anak jadah. Itu juga sebuah peringatan bahwa Israel tidak lagi menjadi
anak Yahwe yang sah. Dengan kata lain, Yahwe tidak lagi menganggap
Israel sebagai umatNya.
Pada bagian kedua kisah, 3:1-5 dikatakan bahwa Hosea menerima
perintah lagi dari Yahwe untuk mencintai perempuan yang berzinah dan
bersundal itu. Ini untuk menunjukkan bahwa Yahwe masih mencintai Israel,
kendati mereka suka menyeleweng. Memang bisa didiskusikan apakah
perempuan yang disebut dalam kisah ini sama dengan yang disebut dalam
kisah sebelumnya. Kalau itu sama, maka bisa diandaikan bahwa isteri
Hosea itu pernah pergi meninggalkan suaminya dan tidak setia kepada
Hosea. Nabi pernah mengalami sendiri apa artinya ditinggalkan isteri
yang tidak setia. Dan itu bisa menjadi gambaran bagaimana Allah
merasakan ketidaksetiaan Israel. Hosea dipanggil dan diutus untuk
mencari isterinya itu, guna menunjukkan kesetiaan tersebut. Hosea
menemukan isterinya sebagai perempuan yang sudah diperdagangkan. Ia mau
menebus isterinya lima belas syikal dan setengah homer jelai. Itu
gambaran harga seorang budak belian pada jaman itu. Ada yang berpendapat
bahwa hal itu merupakan sekedar gambaran kenabian. Bagaimana mungkin
nabi diperintah Allah untuk mengawini seorang perempuan sundal? Namun
tidak cukup alasan utnuk meragukan kehancuran keluarga nabi sebagai
pengalaman tragis. Namun nabi mampu mengolah pengalaman tragedi itu
untuk memberikan pesan yang lebih subur bagi bangsanya. Membalas
ketidaksetiaan dengan ketidaksetiaan hanya menimbulkan dendam. Maka nabi
memilih berpihak pada Yahwe yang membalas ketidaksetiaan dengan
kasihsetia yang tulus! Tanpa kisah tentang perkawinan nabi yang tragis
itu kitab Hosea kehilangan kekuatannya yang mencekam dan mendalam.
Kekhasan sosok Hosea sebagai nabi adalah kesediaannya untuk terlihat
secara pribadi dan penuh pada keprihatinan Yahwe akan Israel, yang
direnungkan sampai pada pengalmaan pribadinya sendiri dalam kehidupan
keluara. Isterinya yang menyeleweng adalah gambaran dari Israel yang
meninggalkan Yahwe dan menyembah Baal. Dilandasi kasihsetia yang hebat
Hosea mencari isterinya yang pergi. Inilah gambaran Yahwe yang terus
menerus mencari Israel untuk bertobat dan kembali kepadaNya.
Tidak diketahui kapan Hosea menyelesaikan tugas kenabiannya. Ada
kemungkinan bahwa ketika Samaria dihancurkan oleh bala tentara Asyur di
sekitar tahun 722 seb M nabi terpaksa mengungsi ke kerajaan Selatan.
Mungkin juga ia ikut dibuang. Tidak ada keterangan yang sampai pada kita
tentang nabi ini sejak masa kehancuran Israel. Yang jelas ialah bahwa
ada sekelompok orang yang simpati pada pewartaannya dan mencoba
menuangkan kembali dalam bentuk warta nabi.
Tantangan Jaman (Situasi sosial-politik Israel membentuk tokoh nabi)
Situasi dan kondisi kehidupan sosial-politik tertentu
melatarbelakangi kegiatan nabi dan pewartaannya. Hal ini berlaku juga
bagi kitab Hosea. Seperti kita ketahui, setelah Salomo mangkat, kerajaan
pecah menjadi dua bagian. Kerajaan Utara (Israel didukung oleh sepuluh
suku dengan ibukotanya Samaria. Sedang kerajaan Yehuda di bagian Selatan
didukung oleh dua suku. Ibukotanya ialah Yerusalem. Kegiatan nabi Hosea
nampaknya dimulai pada saat Kerajaan Utara mengalami akhir pemerintahan
raja Yerobeam II (786-746) yang jaya. Masa sesudahnya adalah masa yang
suram, menggelisahkan. Situasi seperti itu terbaca dalam pewartaan nabi.
Ketika Hosea memberikan nama Yizreel keapda anaknya, hal ini nampaknya
dilakukan sebagai warta kenabian melawan keluarga Yehu, 1:4 waktu itu
raja Yerobeam II masih bertakhta. Perkawinan dan kelahiran anak-anak
Hosea terjadi pada waktu itu, 1:2-9. Maka awal penampilan nabi
diperkirakan sekitar tahun 570 sebelum Masehi. Warta kenabian Hosea
menunjukkan masa suram kerajaan Utara yang akan segera menimpa umat,
yang masih berbangga dan penuh kepercayaan diri itu. Anak Yerobeam yang
menggantikan ayahnya sebagai raja yaitu Zakharia (746-745) ternyata
dibunuh oleh Salum, yang tidak lama kemudian juga dibunuh oleh Menahem
(745-738)
Pada tahun 745 sebelum Masehi raja Tiglat-Pilesar (745-727) naik
takhta kerajaan Asyur. Ia menggantikan pendahulunya yang tergolong lemah
dalam memerintah. Ia berusaha memperkuat pengaruhnya, dan pada tahun
743 mengarahkan perhatiannya ke arah Barat, yaitu ke wilayah Siria dan
Palestina. Berhadapan dengan kekuasaan Asyur, Menahem, raja Israel
mengambil keputusan untuk tunduk saja kepada kekuasaan Asyur. Dengan
sikap itu raja Menahem harus menghadapi kekuatan kerajaan Mesir yang
menjadi salah satu kekuasaan sosial-politik di saat itu. Sikap raja yang
demikian ini dilukiskan oleh nabi sebagai merpati yang tolol, 7:11.
Ketika Pekahya (738-737) menggantikan kedudukan raja Menahem,
timbullah pemberontakan yang dipimpin oleh Pekah bin Remalya. Pekah
berhasil membunuh Pekahya, raja yang masih muda yang baru memerintah
sekitar dua tahun itu dan merebut takhta kerajaan. Pekah memerintah pada
tahun 737-732. Ia kemudian berubah sikap yaitu melawan Asyur. sebagai
reaksi terhadap sikap raja Pekah ini balatentara Asyur menyerbu Israel
sekitar tahun 733, menduduki sebagian wilayah dan membuang sebagian
penduduknya. Tinggal daerah pegunungan Efraim yang masih aman dan
ibukota Samaria masih bisa bertahan. ATas dukungan Asyur, raja Hosea bin
Ela membunuh Pekah, merebut takhta kerajaan dan menyatakan tunduk
kepada Asyur, Israel kembali menjadi kerajaan bawahan Asyur, bdk. 5:13;
8:9 dst.
Pada masa Hosea menjadi raja (737-724) Israel dapat sedikit bernafas
lega dan mengalami masa agak tenang. Nubuat Hosea yang terdapat dalam
9-12 kiranya melukiskan situasi dan kondisi kehidupan ini. Namun
akhirnya Hosea juga tidak puas menjadi raja bawahan Asyur. Ia meminta
bantuan Mesir untuk melawan kerajaan Asyur, 9:3; 11:5; 12:1 dst. Ketika
raja Salmaneser V (727-722) menggantikan Tiglat-Pilesar menjadi raja
Asyur, raja Hosea dari Israel menarik kesediaannya membayar upeti kepada
Asyur. Bab 13-14 menggambarkan akibat buruk perbuatan raja yang mau
membebaskan diri dari pengaruh Asyur ini untuk umat Israel. Pada tahun
724 raja Salmaneser menyerbu Israel. Setelah melalui pengepungan dan
peperangan yang mencelakakan umat, akhirnya pada tahun 722 ibukota
Samaria jatuh. Raja Hosea menjadi tawanan, 13:10. Sebagian penduduk
Israel dibuang ke Asyur dan tanahnya menjadi daerah pendudukan Asyur.
Kerajaan Utara secara definitif jatuh. Nabi tidak menyatakan apa-apa
tentang kejatuhan kerajaan Utara ini, namun masih mengisyaratkan
hancurnya kerajaan itu, 13:6.
Keadaan sosio-politik kerajaan memang bukan sasaran bidik pewartaan
nabi. Namun demikian, nabi yang terlibat pada kehidupan bangsa, melihat
situasi politik dan religius itu sebagai akibat tingkah polah seluruh
bangsa. Nabi merasa wajib membaca tanda-tanda jaman untuk menyuarakan
pesan imannya.
Keprihatinan Iman (Situasi dan kondisi hidup religius: kancah perjuangan nabi)
Seperti sudah diisyaratkan di atas, nabi sebetulnya tidak membidik
situasi sosio-politik bangsa dalam pewartaannya. Ia tidak berminat pada
politik yang cenderung culas dan penuh rekayasa. Ia melihat krisis
kehidupan politik itu sebagai akibat dari kesadaran religius atau iman
Israel yang tercermin dalam tingkah laku atau moral bangsa yang merosot.
Israel secara dasariah meninggalkan Allah, raja mereka yang sejati, dan
berbuat seperti bangsa-bangsa lain yang tidak mengenal Allah. Israel
telah berpaling dari Yahwe, dan mengarahkan diri pada Baal yang mereka
anggap memberi kesejahteraan dan kesuburan.
Kitab Hosea memberikan gambaran situasi kehidupan religius dan moral
bangsa ini. Kalau dalam 1 Raja 17-19 dikisahkan perjuangan nabi Elia
melawan pengaruh Baalisme di kerajaan Utara satu abad sebelumnya, maka
kini situasi dan kondisi demikian nampaknya masih berlaku. Hosea tetap
berjuang membela Yahwisme. Secara umum, informasi dari Kitab Suci
tentang hal ini nampaknya sesuai dengan hasil penemuan penggalian dan
rekonstruksi sejarah. Yahwisme di kerajaan Utara memang tidak sekokoh di
kerajaan Selatan. Israel sangat dipengaruhi oleh budaya dan praksis
religius Kanaan. Sinkretisme, yaitu semangat mencampuradukkan praktik
kehidupan beragama, menjadi bahaya yang nyata.
Menurut nabi Hosea, umat Israel membaktikan diri mereka pada
Baal-Peor, yaitu dewa Baal, setelah mereka mengikat perjanjian dengan
Yahwe, 9:10; bdk. Bilangan 25:1-8. Mereka dibawa oleh Yahwe ke tanah
yang diberkatiNya, namun umat segera berpaling dari Yahwe kepada
dewa-dewi Kanaan, dengan memohon berkat serta pertolongan kepada Baal,
2:7.10-11. Dalam kutipan ini nampak jelas perjuangan nabi melawan
praksis beragama Kanaan itu. Baal dianggap sebagai dewa alam dan
kesuburan. Sebenarnya Allahlah yang menciptakan dan berkuasa atas alam
semesta. Dialah yang memberi kesejahteraan kepada manusia atau
menariknya kembali.
Di antara praksis agama Kanaan yang dikritik oleh nabi Hosea adalah upacara kesuburan. Kesiburan itu dianggap sebagai hasil hubungan seks para dewa, khususnya dewa Baal dan dewi Anat. Untuk mewujudkan keyakinan itu sejumlah imam dalam upacara kesuburan menjalankan hubungan seks dengan para wanita-bakti. Hal ini nampaknya merupakan peragaan yang menarik, bahkan mudah ditiru, karena secara naluriah memang gampang. Padahal naluri mestinya ditata dan bukan dibiarkan menjadi kendali kehidupan. Hosea menegaskan bahwa upacara demikian tidak membawa hasil: “Dia akan mengejar para kekasihnya, tetapi tidak akan mencapai mereka; dia akan mencari mereka, tetapi tidak bertemu dengan mereka”, 2:6a. Gambaran tentang seorang wanita yang mengejar kekasihnya kita temukan juga dalam Kidung Agung 3:1-4. Pasangan lelaki dan wanita yang melakukan sundal-bakti supaya panen bisa melimpah dan banyak keturunan, akhirnya menemukan rasa hampa: “Mereka akan makan, tetapi tidak menjadi kenyang, mereka akan bersundal, tetapi tidak menjadi banyak, sebab mereka telah meninggalkan Tuhan untuk berpegang pada sundal”, 4:10.
Gomer binti Diblaim yang disebut dalam kitab Hosea tampaknya termasuk
dalam kelompok sundal-bakti itu. Dengan demikian Gomer bukan sekedar
contoh bagi Israel yang mengikuti penyembahan terhadap Baal, tetapi juga
cara hidupnya dengan sundal-bakti itu berarti menista iman dan moral
kehidupan. Ia menyeleweng dari suami. Ini menjadi pertanda bagi Israel
yang tidak setia kepada Yahwe dan memilih jalan sendiri seperti
bangsa-bangsa lain. Nabi menyampaikan pesan lewat pengalaman tragis
penyelewengan isteri itu untuk menyadarkan bagaimana moral bangsa harus
dibangun. Bukan dengan membalas dendam, melacurkan diri, melainkan
dengan memperjuangkan kasih-setia!.
Gaya dan Warna Pewartaan Nabi
1. Gaya
Selain kedua bagian kisah, yaitu 1:2-9 dan 3:1-5 yang menampilkan
gaya pewartaan nabi dengan menggunakan simbolik tragedi maupun
pembangunan hiudp keluarga, Kitab Hosea menampilkan sejumlah nubuat.
Nubuat itu ditandai oleh gaya bicara langsung di hadapan pendengar. Teks
kitab Hosea yang asli memang sulit dibaca dibandingkan dengan teks
kenabian yang lain. Pada beberapa bagian orang harus puas dengan
pengolahan yang dibuat oleh terjemahan bahasa Ibrani yang disebut teks
Masorete. Sifat teks itu ialah sebuah saduran. Memang belum tentu
kesulitan membaca itu hanya dikarenakan oleh kesulitan teks. Hosea
adalah nabi dari Utara. Maka mempunyai budaya dan bahasa yang khas.
Pengetahuan orang lain terhadap kekhasan budaya dan bahasa itu
terbatas. Oleh karena itu kita perlu mempertimbangkan teks manakah yang
sebaiknya kita baca untuk mengenali jiwa dan semangat kenabian Hosea
ini.
Kita harus mengakui bahwa kitab Hosea tidak lepas dari pengolahan
dan tafsiran penyusun di kemudian hari, meskipun tetap nampak gaya khas
pewartaan Hosea. Hosea menganggap nabi sebagai jurubicara Allah, 6:5. Ia
berbicara sebagai orang pertama tunggal yang menyampaikan firman
Allah: 2:2-14 4:1-14; 5:10-15. Kadangkala ia berbicara sebagai orang
ketiga 4:6; 5:3-7; 9:1-9.13-14; 12:2-6. Namun demikian kesan yang paling
menonjol adalah bahwa Hosea menempatkan Allah sendiri sebagai yang
berfirman. Ia sungguh secara pribadi dan penuh keyakinan berbicara
sebagai jurubicara Allah. Kebanyakan dari pewartaannya bercirikan
pengadilan/pernilaian, sebuah campuran antara mencela dan memaklumkan
hukuman 4:1-3; 5:1-2.10; 13:4-8. Ia menggunakan ungkapan yang
mengingatkan kita akan model gugatan yang biasa dipakai dalam dunia
pengadilan di pintu gerbang kota atau banjar/balai desa. Model
pertikaian misalnya 2:2; 4:1.4; 12:3. Kadangkala ia memakai rumusan
liturgi-kenabian dalam pewartaannya, 5:15-6:6; 14:1-8 di mana ia
mewartakan jawaban Allah pada umat yang menyatakan tobatnya, 6:4-6 dalam
bentuk negatif; sedang 14:1-6 dalam bentuk positif. Bentuk nubuat
keselamatan ditemukan dalam 1:10-11 dan 2:16-23. Bentuk demikian bisa
digunakan oleh nabi dalam suasana liturgi untuk menanggapi keluh kesah
umat. Beberapa kali Hosea mengutip kata-kata bijak yang rupanya dikenal
oleh kalangan umat waktu itu, untuk memperkuat alur pemikiran dan
pewartaannya, 4:11.14b; 8:7.
2. Warna Pewartaan Nabi
Dari cara pewartaan demikian itu nampaklah kedekatan batin dan
perasaan nabi dengan Allah yang diwartakannya. Hosea menampilkan secara
tuntas peranan nabi sebagai ‘pathos Allah’. Pewartaannya menampilkan
suatu pergulatan emosional dari benci ke cinta, dari kesedihan ke
kemarahan, dari menghukum ke mengampuni. Sungguh suatu perjuangan yang
amat pribadi.
2.1. Alur Pemikiran
Alur pemikiran nabi sangat menegaskan warna pengalaman akan Allah
sebagai Allah yang mengasihi bangsa Israel. Ada dua hal yang terkait di
dalamnya: pertama Allah sebagai Allah Israel; kedua adalah Israel
sebagai bangsa yang dipilih dan dikasihi Allah. Dua hal itu merupakan
jalinan halus dan peka yang sulit dipisahkan. Yahwe dikenal oleh Israel
dalam karya keselamatanNya dan kehendak baikNya bagi mereka. Di lain
pihak Israel ditempatkan dalam konteks pengalaman mereka akan karya
Allah dan pengenalan mereka akan perintah-perintahNya. Sejarah
keselamatan yang menampilkan hubungan Yahwe dengan Israel menjadi
semacam kerangka acuan dalam pewartaan imandan moral. Berbeda dengan
Amos, Yesaya dan Yeremia, ia tidak mempunyai nubuat tentang
bangsa-bangsa asing. Asyur dan Mesir memang disebut oleh Hosea, namun
kedua bangsa itu digunakan dalam pewartaannya sejauh berkaitan dengan
hubungan Yahwe dan Israel.
Allah yang berbicara melalui Hosea disebut dengan nama Yahwe. Nama
itu merupakan nama perwahyuan Allah Israel yang dipahami oleh Musa dalam
perutusannya membebaskan bangsa dari perbudakan Mesir, Keluaran 3:14.
Yahwe diakui peranannya pada saat Israel ada dalam perbudakan; di sana
ia memilih mereka, Hosea 11:1, membebaskan mereka dari tangan Firaun
sehingga bagi Israel Yahwe dikenal sebagai satu-satunya Allah dan
penyelamat, 13:4. Di padang gurun, Yahwe memberi makan Israel dan
mencukupi kebutuhan sehari-hari mereka, 13:5; 11:3-4; 9:10. Israel
berhasil tinggal di Kanaan berkat pertolongan Yahwe. Dalam kitab Hosea,
periode masuknya Israel ke tanah Kanaan menyusul periode padang gurun,
11:2; 13:6. Tanah yang menjadi bagian kehidupan bangsa itu adalah
anugerah Allah, milik Yahwe, 9:3, sehingga disebut ‘rumah Yahwe 9:4.8;
8:1. Bangsa Israel tinggal di Kanaan sebagai penyewa. Anggur, gandum
serta minyak yang mereka nikmati adalah kurnia Yahwe, 2:7-8 bdk. 10:11;
11:2; 13:6. Hosea tidak menyebut sama sekali peristiwa Sinai, tetapi ia
berbicara secara jelas dan tegas tentang hubungan perjanjian dengan
Yahwe 6:7; 8:1. Perjanjian tersebut mengikat Israel untuk menaati
perintah Yahwe, 8:1 serta peraturan-peraturan seperti termuat dalam
kitab hukum, 8:13.
2.2. Setia Pada Tradisi Leluhur.
Hosea adalah tokoh yang menjunjung tinggi Tradisi leluhur. Namun
tidak sepantasnya ia disebut seorang tradisionalis. Dalam alur
pemikirannya ada hal-hal yang tradisional, tetapi juga kontemporer, kuno
dan modern. Ia merupakan sosok yang kreatif mengolah tradisi leluhur,
agar menjadi sapaan yang mampu menyentuh pendengar pada jamannya.
Wartanya relevan untuk pendengarnya. Bahkan ada kalanya ia menyampaikan
warta tradisional itu secara provokatif sehingga menyentak orang-orang
sejaman. Paling sedikit ada tiga hal yang menunjukkan kreatifitas nabi
ini. Pertama adalah reaksinya atas bentuk-bentuk ibadah kesuburan agama
Kanaan. Ia peka terhadap Tradisi bangsa dan dengan caranya ia
menyampaikan kritik terhadap usaha mencari ibadah yang mudah dan
mengelus nafsu. Kedua, kebebasannya merumuskan kembali keyakinan dan
pemikiran iman secara metaforis, simbolis untuk mendukung pewartaan
imannya. Ketiga, kemampuan dan kejeliannya membaca pengalaman sejarah
dan mengartikannya bagi kehidupan iman bangsa. Ketiga hal itu
dikombinasikan dalam nubuat-nubuatnya untuk menciptakan pesan kenabian
secara dramatis, penuh warna dan mendesak, sehingga warta itu mampu
mempengaruhi pikiran, perasaan dan emosi pendengar. Hal ini perlu
dijelaskan sedikit:
1. Sejak Hosea 1 sampai penutupnya pada bab 14, peringatan nabi pada
ibadat mitologi tentang Baal merupakan salah satu tema sentral. Melalui
Hosea, Yahwe ingin membebaskan Israel dari penyembahan dewa asing serta
kebiasaan yang dipengaruhi oleh ibadat Kanaan itu. Dengan kata lain
Hosea ingin membebaskan Israel dari sinkretisme. Namun demikian Hosea
juga memakai situasi sinkretistis tersebut, khususnya upacara mohon
kesuburan dengan sundal bakti itu untuk merenungkan kembali hubungan
emosionil dan iman Israel dengan bangsa yang dipilihNya. Ia menolak
paham Baalisme dengan menggunakan bahasa dan keyakinan agama Kanaan.
Dari lain pihak ia menggunakan pengalaman ibadah itu untuk memperdalam
hubungan bangsa Israel dengan Yahwe dalam konteks perjanjian sebagaimana
diajarkan oleh Tradisi.
2. Hosea menggunakan banyak kiasan dan perbandingan dalam usahanya
untuk menegaskan dimensi pemikiran iman dalam nubuat-nubuatnya. Dengan
cara itu pula Hosea mencoba memperlihatkan mutu hubungan Allah dengan
Israel. Kesan yang amat kuat dan yang rupanya mempengaruhi renungan iman
sampai ke Perjanjian Baru ialah gambaran Yahwe sebagai suami dan Israel
sebagai isteri sebagaimana diungkapkan dalam 2:2-22 dan bab 1 serta 3.
Sebenarnya Yahwisme menghindari kiasan dengan nada seksual itu untuk
melukiskan hubungan Yahwe dengan Israel. Hal ini disebabkan oleh
mitologi kultus kesuburan yang lazim dalam tradisi Kanaan. Dalam tradisi
itu orang Kanaan menganggap Baal sebagai pemilik alam semesta dan suami
bumi. Kehidupan seksual Baal mempengaruhi kesuburan bumi. Namun
nampaknya Hosea memanfaatkan mitologi tersebut untuk menegaskan peranan
Yahwe bagi Israel. Penegasan yang rupanya harus melibatkan pula
pengalaman hidup perkawinan nabi sendiri. Di tangan Hosea mitologi
tentang perkawinan ilahi itu menjadi alegori atau kiasan hubungan Yahwe
dengan Israel. Kiasan yang berbau magis dan kultis dari agama Kanaan
diubah sedemikian rupa olehnya sehingga menekankan warna moral
perjanjian yang mendalam. Hubungan perjanjian Allah dengan Israel
mestinya tercermin dalam perilaku kehidupan manusia yang merumuskan
perjanjian kasih itu.
Maka Hosea menggambarkan dewa-dewi yang disembah di tempat-tempat
ibadah Kanaan itu sebagai kekasih gelap dari Israel. Tempat-tempat
jiarah itu dipadati umat Israel demi meminta berkah kesuburan panen
anggur, gandum dan minyak, 2:5.6.10. Persundalan dipakai untuk
menggambarkan ketidaksetiaan Israel terhadap Yahwe yang telah
memberikan segala kebutuhan bangsa dalam perjalanan hidup mereka.
Hukuman Yahwe terhadap Israel dilukiskan sebagai usaha seorang suami
untuk memperbaiki perilaku isterinya, 2:6-14.16, namun tindakan itu
akhirnya diselesaikan dalam rekonsiliasi, 2:15.19. Periode keluaran oleh
Hosea digambarkan sebagai periode ketika Yahwe berperan bagaikan
seorang ayah yang membimbing anaknya belajar berjalan, 11:1-2. Dalam
usaha itu Yahwe digambarkan sebagai penyembuh, 14:4; 7:1; 11:3 dan
gembala 13:5 dst. Dalam mengadili Yahwe dilukiskan sebagai seorang
pemburu, 7:12 seperti binatang buas, 5:14; 13:7-8, seperti ngengat dan
belatung, 5:12. Sebagai penyelamat Yahwe dilukiskan sebagai embun,
14:6, dan tanaman berbuah, 14:8. Sedang Yahwe memandang Israel sebagai
kawanan ternak, 13:5-8, anak lembu, 10:11, pohon anggur, 10:1, buah-buah
anggur dan buah sulung dari pohon ara, 9:10. Dalam situasi berdoa dan
menderita Israel digambarkan sebagai seorang sakit, 5:11, merpati tolol,
7:11-12; lembu degil, 4:16, anak yang lahir belum waktunya, 13:13, roti
bundar yang tidak dibalik alias gosong, 7:8, kabut pagi, 6:4, embun,
debu 13:3. Israel yang dipulihkan digambarkan sebagai pohon yang subur
lebat di Libanon, 14:5-7. Kiasan tentang dunia tumbuh-tumbuhan pada
kitab Hosea amat beragam dan gaya imaginasi. Hal ini sesuai dengan dunia
Kanaan dengan upacara mohon kesuburan. Meskipun Hosea secara tidak
langsung menegaskan pula bahwa kesuburan bumi adalah anugerah Allah,
namun tema pook yang dikatakannya adalah seruan agar Israel setia kepada
Yahwe yang telah menyelenggarakan hidup bangsa dan mengaruniai mereka
dengan berkah yang melimpah.
3. Hosea menggunakan pengalaman sejarah israel sebagai bahan
pewartaannya. Periode sejarah Israel sebagai sejarah bangsa menjadi
sejarah keselamatan yang dikerjakan Allah bagi bangsa tersebut. Periode
sejarah itu dibagikan dalam beberapa periode, yaitu periode keluaran,
periode padang gurun, dan periode pendudukan tanah terjanji, yakni
Kanaan 2:14-15; 9:10; 11:1; 13:4-5. Pada masa itu Yahwe sungguh menjadi
subyek sejarah keselamatan, Israel sebagai bangsa yang dibentuk dan
dibimbing Allah. Israel mendapatkan jatidirinya sebagai bangsa yang
dipilih Allah justru berkat hubungan mereka dengan Allah dalam sejarah
tersebut. Dengan latar belakang sejarah demikian Hosea memandang
sinkretisme Israel sebagai perlakuan zinah terhadap Allah atau
ketidaksetiaan bangsa terhadap kasih setia Allah yang nampak dalam
sejarah tersebut. Israel tidak setia karena mengingkari perjanjian
mereka dengan Allah dan menolak perintah serta ketetapanNya. Namun
demikian ketidaksetiaan Israel itu bukanlah hal baru, karena sejak masuk
tanah Kanaan Israel telah berulangkali melanggar perjanjian. mereka
menumpuk dosa demi dosa sampai akhirnya merasuk sampai ke watak mereka,
7:1-2; 4:12. Sekarang mereka seperti telah terpenjara oleh dosa mereka,
yang semakin menjadi penghalang untuk berbalik kepada Allah, 5:4.
Ketidaksetiaan ini telah sampai pada dimensi di mana Yahwe harus
mengatakan bahwa Israel adalah ‘Lo Ami’, bukan umatKu, 1:9.
Di mata Hosea Israel telah gagal mengintegrasikan iman mereka pada
Yahwe ke dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Di satu pihak mereka
telah memasukkan unsur-unsur agama asing - seperti ibadah kesuburan
Kanaan - di lain pihak mereka terpaksa tunduk kepada kekuasaan bangsa
lain, yakni Asyur dan Mesir. Pada masa Yerobeam, sinkretisme mencapai
puncaknya, karena penyembahan dan pengenalan akan Allah telah
di-kanaan-isasikan, sebagai hidup kita sekarang di-amerika-nisasikan!
Mereka melupakan tradisi luhur bangsa dalam praktik kehidupan meskipun
dalam teori mereka masih merasa sebagai bangsa beriman. Dalam praktik
itu Baal menjadi dewa kesuburan, disembah dan dianggap sebagai pemberi
kesejahteraan bagi bangsa di tempat-tempat jiarah, 2:12; 9:10; 11:2;
13:1. Terhadap kedurhakaan ini para imam ikut bertanggungjawab. mereka
yang seharusnya membantu Israel mengenal Yahwe justru melakukan dosa
yang kian menggerogoti iman umat, 4:1-10; 6:4.9.
2.3. Warna Kehidupan Sosial (Kehidupan Masyarakat)
Kehidupan masyarakat terutama kehidupan para pemimpin bangsa menjadi
salah satu tema pewartaan nabi. Para penguasa merupakan obyek seruan
Hosea. Mereka ikut bertanggungjawab pula atas sikap umat yang
meninggalkan Yahwe, berperilaku sekular, meninggalkan Yahwe. Hutang
darah di Jizreel ditimpakan pada Yeroboam II, 1:4. Para penggantinya
merebut kekuasaan dengan pertumpahan darah cara-cara politik yang culas
dan kotor, 7:3-7. Mereka begitu percaya pada kekuatan militer dan
melupakan peranan Yahwe yang berbudaya, 8:14; 10:13. Ketika mengalami
krisis mereka tidak lari kepada Yahwe, melainkan minta bantuan Asyur
atau Mesir, 5:13; 7:8-11; 8:8-9; 14:3-4. Raja tentu saja juga menjadi
obyek murka Allah, 13:11 karena dialah yang mestinya mengejawantahkan
penyelenggaraan kasih Allah yang berbudaya itu. Pendekatan budaya dalam
kehidupan masyarakat diabaikan sedang semangat sekular diberi kesempatan
luas.
Sebenarnya Hosea tidak merasa tertarik untuk membicarakan politik.
Kekacauan kehidupan politik pada jamannya dan ambisi para penguasa untuk
tetap menduduki takhta rakyat dilihat nabi sebagai unsur-unsur yang
mendorong umat beriman menjauh dari Allah. Rasa tegang karena pembunuhan
raja-raja sesudah kematian Yeroboeam II dan ketidakadilan yang
merajalela menjadikan umat ‘mencari Allah lain’ dalam ibadah kesuburan
Kanaan.
2.4. Masa Depan Yang Suram (Kehancuran Israel)
Sejumlah nubuat kehancuran Israel dikatakan oleh Hosea. Kekayaan
tanah Israel yang mereka anggap datang dari Baal akan dimusnahkan oleh
Allah yang menciptakan tanah dan menganugerahkan kepada bangsa untuk
ditata dan direksa, 2:9-13. Penduduk akan menjadi mandul, 4:3.10; 8:7;
9:2.11-4:6. Ketika kekuasaan Asyur semakin menekan Israel, Hosea
berbicara tentang penderitaan, kekalahan perang yang memalukan,
kehancuran nasional 7:16; 8:3.13-14; 10:6-10.14; 11:6; 13:15-14:1.
Setiap strategi politik akan gagal, usaha hubungan dengan negara lain
menjadi sia-sia, raja dan para pangeran akan ikut hancur. Rakyat
akhirnya akan dibawa ke pembuangan, 9:3.6.15.17; 11:5. Segala macam
bencana itu adalah akibat ketidaksetiaan Israel terhadap nilai-nilai
luhur yang diwahyukan Yahwe kepada mereka. Ibaratnya, mereka menuai
hasil perbuatan mereka, 8:7. Hosea menyebut juga nubuat bahwa akhirnya
Israel akan berseru kepada Yahwe dan mencariNya, kendati saat itu Yahwe
membiarkan mereka mengikuti jalan sendiri, 5:6.15. Israel perlu
mengalami kehancuran itu untuk menemukan kembali jati dirinya yang
sesungguhnya.
Hukuman Yahwe atas Israel tersebut dipandang oleh nabi sebagai
pedagogi yaitu cara mengingatkan dan mendidik Israel, 5:2.9; 10:10.
Pendidikan tersebut tetap disertai oleh belaskasih dan harapan akan
kembalinya Israel kepada Yahwe. Dalam Hosea 11:8 dan 13:14 digambarkan
dengan amat manusiawi bagaimana dalam diri Yahwe ada pergumulan batin
antara marah dan kasih terhadap bangsaNya.
2.5. Arah Pertobatan (Pastoral)
Kembalinya Israel kepada Yahwe adalah tujuan pewartaan Hosea.
Akhirnya Yahwe sendirilah yang akan membawa kembali Israel, memulihkan
kembali hubungan baik sebagai suami isteri serta mengembalikan
kesejahteraan mereka, 2:16-23. Pada hari-hari terakhir Israel yang
tragis Hosea mengajarkan Israel suatu doa sebagai ungkapan penyesalan
dan tobat yang mendalam kepada Yahwe, 14:3-4 yang tidak pernah
mengingkari janjiNya sebagai Penyelamat, 14:5-8.
Kegiatan Hosea sebagai nabi dilaksanakan menjelang jatuhnya kerajaan
Utara pada tahun 722 sebelum Masehi. Rupanya ingatan akan pewartaannya
dibawa ke Yudea oleh para pengagum dan murid-muridnya, kemudian ditulis
di sana. Warna karya tulis penulis Yudea ini nampak dalam beberapa
bagian kitab. Meskipun demikian penyusun kitab Hosea ini nampaknya setia
pada bahan-bahan yang disusun oleh nabi dan kelompoknya sewaktu nabi
masih berkarya di Utara. para penulis itu nampaknya didukung oleh para
simpatisan nabi Hosea dan menyadari pentingnya misi pewartaan yang
disampaikan nabi kepada umatnya. Judul kitab ini nampaknya berasal dari
penulis lingkungan Deuteronomis pada jaman pembuangan yang kemudian
merumuskan kembali seluruh warta kenabian ini.
Susunan Kitab
Sebaiknya dilihat garis besar warta kenabian Hosea ini lewat alur
pemikiran atau susunan kitab. meskipun susunan itu tidak harus
dimengerti secara kaku dan mati, namun susunan demikian akan membantu
orang memahami benang merah pemikiran dan arahnya. Nampaknya kitab Hosea
diwarnai tiga pemikiran dasar berikut: perkawinan yang tragis, Hosea
1-3; tuduhan dan pewartaan hukuman atas Israel yang berzinah 4:1-9.9 dan
akhirnya dosa dan sejarah bangsa, 9:10-14:1, lalu kumpulan nubuat nabi
ditutup dengan sebuah wasana kata, 14:2-9. Kalau dilihat secara rinci
skematis dengan memperhatikan beberapa unsur yang dibicarakan di
dalamnya, mungkin alur pemikiran itu bisa digariskan demikian:
Judul: Firman Tuhan datang kepada Hosea 1:1
1. Perkawinan yang tragis 1:2-3:5
1.1. Anak-anak sebagai lembang tragedi dan harapan 1:2-10
1.2. Tuduhan terhadap isteri yang tidak setia 2:1-12
1.3. Rekonsiliasi 2:13-22
1.4. Nabi dan isterinya sebagai lambang 3:1-5
2. Tuduhan dan pewartaan hukuman atas Israel 4:1-9.9
2.1. Tuduhan Yahwe terhadap Israel 4:1-3
2.2. Tuduhan terhadap para pemimpin 4:4-5:7
2.3. Israel mencari pertolongan yang sia-sia 5:7-14
2.4. Pertobatan yang palsu 5:15-7:2
2.5. Merosotnya wibawa raja 7:3-12
2.6. Keluhan atas kedurhakaan Israel 7:13-16
2.7. Dosa bangsa dalam bidang politik dan ibadah 8:1-14
2.8. Masa pembuangan tanpa upacara dan kebaktian 9:1-6
2.9. Penolakan terhadap kehadiran nabi 9:7-9
3. Dosa dan sejarah Israel 9:10-14:1
3.1. Dosa dan akibatnya 9:10-17
3.2. Hukuman atas ketidaktaatan kepada Allah 10:1-8
3.3. Kekecewaan Yahwe terhadap Efraim 10:9-15
3.4. Kasih mengatasi kedegilan 11:1-11
3.5. Kedurhakaan Israel 12:1-15
3.6. Hukuman mati 13:1-14:1
4. Wasana kata dan penutup 14:2-10
4.1. Pertobatan dan keselamatan 14:2-9
4.2. Penutup 14:10
Pokok Pemikiran Hosea
1. Hubungan Yahwe dengan Israel
Berpangkal pada pengalaman nabi mencintai seorang wanita yang tidak
setia, Hosea semakin bisa menghayati pribadi Allah yang penuh
belaskasih, lambat akan murka dan penuh ampun terhadap kedurhakaan dan
dosa umat dari generasi ke generasi, bandingkan Keluaran 34:6-7. Di
dalam diri manusia dan juga Allah ada dinamika cinta-cemburu, penyerahan
diri tanpa pamrih, pembalasan dan pengampunan. Allah telah mengambil
Israel sebagai isteri dan akan setia kepadanya, 2:13-22. Keputusan Yahwe
untuk memanggil kembali Israel dengan cara memberikan hukuman adalah
bukti cintaNya, buah belaskasih ilahi, yang dianugerahkan bukan atas
jasa-jasa bangsa yang pantas dikasihi, melainkan semata-mata anugerah.
Yahwe dengan demikian menyatakan kasih setiaNya yang luar biasa.
Keadilan bagi Yahwe adalah keadilan penuh kasih yang sanggup mengampuni
dan memulihkan hubungan. Periode keluaran adalah periode jayanya
hubungan kasih Yahwe dengan Israel ini, 2:17; 11:1; 13:4. Nabi Hosea
menemukan hakikat cintakasih ilahi ini bukan dalam mitologi Kanaan
tentang perkawinan suci melainkan dalam kasihsetia Yahwe yang penuh
kepahlawanan ketika membela Israel sebagai kekasih, kendati Israel tidak
setia. Heroisme kasih Yahwe inilah yang menjadi gagasan sentral dalam
pemikiran nabi. Allah baginya bukan dewa-dewi naluri sebagaimana
ditemukan dalam praktik Kanaan, melainkan sebagai pejuang kuat yang
menyatakan diri kepada Musa dan telah mewahyukan diriNya dalam sejarah
keselamatan umatNya pada masa keluaran dari tanah perbudakan Mesir,
12:10; 13:4.
2. Ketidaksetiaan Israel pada Cinta Kasih Yahwe
Setelah lewat masa bulan madu - sebagaimana digambarkan pada periode
padang gurun - mulailah bangsa Israel masuk tanah terjanji, yakni TAnah
kanaan 2:10; 9:10; 10:11-12; 11:11-13; 13:5-7. Periode ini ternyata
diwarnai oleh ktidaksetiaan yang luarbiasa. Bangsa itu melakukan
kejahatan, 7:1-3.15; 9:15; 10:15, kefasikan dan kecurangan 10:13,
bermacam-macam dosa dibuat mereka 4:8; 5:5; 7:1; 8:13; 9:7.9; 10:10;
12:9; 13:12; 14:2, penipuan dan kebohongan 7:11; 12:1.8, pemberontakan
7:13; 8:1; 14:1.10, meninggalkan Yahwe 4:10, tidak mengenali Yahwe dan
karya cintakasihNya, 5:4; 8:14; 11:3, mengikuti kekasih lain, 2:6.12,
tanpa hati dan pengertian, 7:11; 4:11.14. Semua dosa dan kejahatan itu
melanggar hukum yang telah tertulis, 8:12. Mungkin yang dimaksudkan di
sini adalah dasa firman (dekalog) yang menjadi prasasti perjanjian
Israel dengan Allah, bandingkan 4:2.
Mereka telah melawan kebaktian sejati yang didasarkan pada belaskasih
dan pengenalan akan Allah, 6:6 dan menggantikannya dengan upacara
meriah, formalistis dan dicemari dengan sundal bakti, 4:13. Mereka
membangun berhala-berhala, 8:4-6; 13:2. Baalisme telah merasuk dan
merusak jatidiri bangsa dan dengan demikian mencemarkan Yahwe.
Ketidaksetiaan Israel dilakukan bukan hanya oleh rakyat melainkan juga
oleh para imam dan para pejabat masyarkat.
3. Yahwe yang cemburu
Yahwe sebagai ‘suami’ Israel menakut-nakuti bangsa dengan pembalasan
tragedi Jizreel dan cinta yang dikecewakan. ia akan menghancurkan
altar-altar mereka, meruntuhkan tugu-tugu berhala mereka, 10:2.9; 12:12,
meremukkan anak lembu Samaria 8:6 yang menjadi lambang di tempat ziarah
dan di bukit-bukit pengorbanan mereka akan tumbuh semak duri dan rumput
duri, 10:8. Bangsa asing akan berkumpul melawan Samaria 10:10 dan
Samaria akan dihancurkan 10:7, kubu-kubu pertahanan mereka akan hancur,
10:14, raja mereka akan menjadi sepotong ranting yang terapung di air,
10:7. Begitulah digambarkan penghukuman Allah terhadap israel. Penduduk
akan dimakan pedang, 11:6 dan bayi-bayi serta wanita mengandung akan
ikut menjadi kurban, 14:1. Suatu tragedi besar akan dialami bangsa.
Mengapa? Karena mereka lebih percaya pada upaya politik sekular. Mereka
lebih suka memanggil Mesir dan pergi minta bantuan Asyur, 7:11. Maka
Efraim harus kembali ke Mesir ke tempat mereka pernah diperbudak dan
dibebaskan Yahwe 9:3; 11:1. Di Asyur mereka akan makan makanan najis
9:3, dan ke sana mereka akan dibuang bersama dengan lembu pujaan mereka.
Efraim akan menjadi olok-olok di Mesir 7:16 dan menanggung malu di
Asyur 10:6.
Gambaran kehancuran Israel amat jelas diungkapkan berkat
‘kecemburuan’ Yahwe terhadap bangsa yang disayangi itu. Oleh Hosea
kehancuran itu dianggap sebagai hukuman Yahwe yang memang harus mendidik
Israel sebagai bangsa yang dipilih, sebagai isteri yang tidak setia.
4. Kembalinya Harmoni Cinta Kasih.
Hukuman Yahwe tersebut dimaksudkan sebagai jalan pendidikan. Bukan
sekedar pembetulan (koreksi) atau bahkan menghajar (positif) melainkan
sungguh mendidik (edukatif), agar Israel menemukan kembali jatidiri
mereka sebagai bangsa yang disayangi Yahwe. Israel perlu kembali kepada
Yahwe. Kata kerja ‘sub’ yang artinya berbalik atau putar halauan begitu
sering digunakan dalam pewartaan Hosea 2:9; 3:5; 5:4; 6:1; 7:10; 12:7;
14:2.3. Kendati menghukum Yahwe ternyata tetap mencintai Israel dan
menginginkannya kembali kepadaNya. Yahwe tetap setia pada
perjanjianNya. Kekuatan cinta dan kesetiaan Yahwe itu akan membuat
Israel melupakan Baal, meninggalkan sinkretisme dan mengenal Yahwe
sebagai satu-satunya ‘suami’ dan Allah, 2:15-16. Yahwe akan membaharui
perjanjian mereka dengan alam semesta, 2:17 dan menjadikan Israel
sebagai isteriNya untuk selama-lamanya dalam keadilan, kebenaran,
kasihsetia dan kasihsayang, 2:18.
Dengan demikian nama Yizreel tidak lagi mengacu pada hutang darah
Yehu, melainkan mengacu pada kehendak Allah menaburkan kesuburan di
bumi pada Israel. Lo Ruhama akan menjadi Ruhama, yaitu yang disayangi
dan Lo Ami akan menjadi Ami, yakni umatKu. Sedang Israel akan menyebut
Yahwe: Allahku, 2:22. Keharmonisan hubungan suami isteri akan tercipta
lagi. Sebagai nabi, Hosea mewartakan cinta Yahwe yang dikhianati,
kecemburuan ilahi dan pengampunan, pengharapan bahwa Allah akan
melupakan pengkhianatan umatNya sebab Dia adalah pengasih dan penyayang,
panjang sabar dan penuh belaskasih, Mazmur 103:8.
Evangelisasi Dalam Masyarakat
Evangelisasi berarti proses pembaharuan berdasarkan warta gembira.
Proses itu dilaksanakan dalam masyarakat. Bagaimana hal ini dipahami?
Kisah Para rasul menggambarkan kehidupan jemaat perdana dengan
kata-kata sederhana tetapi sangat menarik: “Orang-orang yang menerima
perkataan itu (maksudnya pewartaan Petrus, Kisah 2:38 dst) memberi diri
dibaptis dan pada hari itu jumlah mereka bertambah kira-kira tiga ribu
jiwa. Dan mereka bertekun dalam pengajaran rasul-rasul dan dalam
persekutuan. Dan mereka selalu berkumpul untuk memecahkan roti dan
berdoa”, Kisah 2:41-42. Gambaran singkat itu menunjukkan gerakan hidup
baru yang didasari pada pewartaan kabar gembira Petrus. Kabar gembira
itu ialah bahwa Allah mengindahkan manusia sekarang ini dalam diri Yesus
Kristus, PuteraNya yang telah wafat dan dibangkitkan dalam kemuliaan.
Dengan demikian orang percaya (beriman) mendapatkan arah baru dan
kesempatan luas bagi pengembangan hidup mereka.
Ciri gerakan itu disebutkan: pertama, pendalaman ajaran rasuli;
kedua, membangun persekutuan; ketiga, berkumpul untuk memecahkan roti;
dan akhirnya keempat, berdoa bersama. Sebagai gerakan hiduip baru
mereka itu mengawali perjuangan mereka dengan tanda baptis. Hal ini
ditegaskan dalam Kisah 2:44-47. Cukup menarik keterangan pada akhir
kutipan itu. Di situ disebutkan bahwa gerakan hidup baru itu ternyata
disukai (menjadi kesayangan) semua orang!
Gerakan hidup baru seperti itulah yang kemudian dibangun oleh St.
Paulus di berbagai daerah: Tesalonika, Filipi, Kolose, Korintus dan
daerah Galatia. Jemaat hidup baru itu mendasarkan gerakannya pada
keprihatinan Yesus Kristus menjadi hidup bersama ini sebagai tanda kasih
karunia Allah yang istimewa. Gerakan seperti itu memang tidak selalu
mulus jalannya. Bisa dilihat misalnya, bagaimana jemaat Korintus
bergolak; bagaimana jemaat Galatia menimbulkan kesulitan. Tetapi lambat
laun gerakan itu membentuk gaya hidup dan nilai-nilai kehidupan bersama
yang mempengaruhi seluruh kondisi dan situasi masyarakat. Gerekan
seperti itulah yang membangun masyarakat baru. Injil lalu menjadi
landasan pembangunan masyarakat baru.
1. Situasi Jemaat Beriman Menuntut Pembaharuan
Ketika Konsili Vatikan I merumuskan keputusan-keputusannya,
ternyata jarang digunakan istilah ‘kabar gembira’ (Injil = Evangelium).
Apalagi istilah penginjilan (evangelisasi). Tetapi Konsili Vatikan Kedua
ternyata membangun wawasan hidup iman secara lain. Istilah Injil
digunakan kerap kali; istilah mewartakan injil (evangelizare) digunakan
paling sedikit 18 kali; sedang akata pewartaan injil (evangelizatio)
paling sedikit 31 kali. Memang bukan banyaknya istilah yang menunjukkan
pentingnya gagasan. Tetapi kehadiran istilah itu jelas menunjukkan
wawasan lain dari Konsili Vatikan Pertama.
Setelah Konsili Vatikan II berakhir, Paus Paulus VI yang
menggantikan Paus Yohanes XXIII menaruh perhatian besar pada pewartaan
kabar gembira guna membangun kehidupan bersama ini. Namanya sudah
menunjuk (Nomen est omen) pewarta kabar gembira besar dalam kehidupan
iman Kristen. Kemudian ketika mengadakan sinode tahun 1974 tema yang
dipilihnya ialah “Evangelisasi Dunia Modern”. Jemaat beriman tidak boleh
hanya memperhatikan kepentingan sendiri saja, melainkan perlu
memperhatikan kepentingan seluruh dunia. Kemudian dalam ensikliknya yang
terkenal Evangelium Nuntiandi (1975), ditegaskan olehnya bahwa
evangelisasi atau penginjilan sesungguhnya merupakan rahmat dan menjadi
panggilan khas seluruh jemaat beriman. Di situlah menjadi nampak
jatidirinya yang mendalam. Jatidiri jemaat ialah dikumpulkan oleh sabda
untuk mewartakan dan mengajar, menjadi sarana dan tanda anugerah Allah.
Paus Yohanes Paulus II ternyata juga meneruskan wawasan ini dan
menandaskan bahwa perutusan mewartakan Injil bagi jemaat beriman berarti
memperjuangkan keadilan dan perkembangan hidup manusia. Pada tahun 1983
di Haiti Paus Yohanes Paulus II berbicara tentang evangelisasi baru
dalam hubungan dengan diadakannya peringatan 500 tahun evangelisasi di
Amerika Latin pada tahun 1982 yang lalu. Ditegaskan bahwa penginjilan
yang pertama itu sudah memberikan warna, jatidir dan budaya Amerika
Latin, namun kini berhadapan dengan semangat jaman, sekularisme, korupsi
dan kemiskinan yang parah, penindasan dan perampasan sesama manusia,
ada kebutuhan bagi jemaat beriman membangun gerakan hidup baru
berdasarkan Injil. Inilah yang dimaksudkan dengan evangelisasi baru,
yakni baru semangatnya, metodenya dan ungkapannya. Sejak saat itu Paus
Yohanes Paulus dalam amanat-amanatnya mengembangkan wawasan tersebut
untuk kepentingan abad mendatang, tahun 2000. Pada tahun 1990 ada dua
dokumen besar yang mengungkapkan keprihatinan bapa Paus ini. Dokumen
yang pertama untuk kaum religius di Amerika Latin. Di situ Paus
mengundang kaum religius dewasa ini untuk melanjutkan dan mengembangkan
kebesaran hati dan keterlibatan mereka atas gerakan yang sudah dirintis
oleh para pendahulu mereka. Paus meminta perhatian terutama pada
kebutuhan-kebutuhan khusus jaman kita ini. Evangelisasi Baru harus
memperdalam iman orang kristen sendiri, menciptakan budaya baru yang
terbuka bagi amanat Injil, dan memajukan pembaharuan sosial. Sedang
pada akir 1990 dikeluarkan ensiklik mengenai kegiatan misioner jemaat,
Redemptoris Missio. Dalam ensiklik tersebut dinaytakan bahwa tugas
evangelisasi bersifat ganda: pertama, untuk kawasan-kawasan/orang-orang
di mana Kristus dan Injil belum dikenal diperlukan evangelisasi baru;
dan kedua, evangelisasi kembali dituntut bagi kawasan/orang yang mengaku
kristen, tetapi sudah kehilangan citarasa iman yang hidup dan tidak
lagi menganggap diri sebagai anggota jemaat beriman.
2. Manakah kepentingannya?
Dari anjuran Paus Yohanes Paulus II yang sudah disinggung di atas
kita diajak memasuki tahun 2000 tahun penebusan manusia dengan
evangelisasi baru. Dalam semangat dan keterlibatan terhadap kepentingan
manusia ini, kita diharapkan bukan hanya memahami, melainkan melibatkan
diri dalam gerakan hidup baru dalam Injil itu, Kepentingan ini semakin
terasa dan menjadi nyata bila kita sejenak memperhatikan situasi jemaat
beriman saat ini.
Umat kristen di kawasan barat yang mengalami pewartaan injil pertama,
kini mengalami krisis pemahaman dan penghayatan iman yang sangat
kentara. Bukan hanya bahwa gereja-gereja besar menjadi kosong, melainkan
juga bahwa banyak di antara kaum muda yang acuh-tak-acuh terhadap iman
leluhur ini. Budaya dan nilai-nilai kehidupan yang dibangun
berlandaskan pewartaan injil itu tidak lagi ‘menawan’ hati mereka. Ada
banyak yang lain yang lebih menarik perhatian.
Umat Kristen di Amerika Latin yang mendapatkan pewartaan Injil dari
kaum penjajah pada tahun 1492 ternyata selama 500 tahun berjuang terus
menerus meningkatkan mutu kehidupan manusia yang menampilkan
kepincangan-kepincangan yang nyata sekali. Aneka gerakan/sekte
mengalihkan perhatian orang kristen untuk meninggalkan Gereja.
Umat di Afrika sedang bergumul dengan aneka kesulitan, baik dari alam
maupun dari politik. Perbedaan suku, ras, agama dan antar golongan
demikian besar, sehingga banyak orang ‘kecil’ yang disingkirkan dari
percaturan hidup. Mereka sedang mencari jatidiri mereka seperti nyata
dalam usaha inkulturasi.
Umat di Asia sebagian besar bergulat dengan kemiskinan dan aneka
ragam kehidupan beragama. Dirasakan bahwa kehidupan beragama tidak
mendekatkan orang dengan sesamanya, melainkan bahkan memikirkan
kepentingan golongan sendiri, sehingga perselisihan antar agama kerap
kali menjadi kerusuhan antar golongan. bagaimanakah dalam situasi
seperti itu Yesus Kristus yang datang untuk memberikan kelimpahan hidup
- Yohanes 10 - menjadi kenyataan dan bukan hanya pernyataan?
Jangan-jangan Injil hanya menjadi omongan, dan bukan seperti santo
Paulus menyatakan: kekuatan Allah yang menyelamatkan, Roma 1:16.
3. Kabar Gembira Yang Membangun Hidup Bersama
Mencanangkan evangelisasi baru berarti mencanangkan suatu gerakan.
Gerakan itu diawali dengan penyadaran bahwa manusia memiliki bekal untuk
menghadapi situasi dan kondisi kehidupan masa kini. Bekal itu ialah
perjuangan leluhur kita dalam iman. Namun demikian situasi dan kondisi
masyarakat jaman ini memang lain. Maka menjadi penting sekali usaha
mencari jembatan bagaimana bekal yang diwariskan oleh leluhur dalam iman
ini bisa menjadi kekuatan baru bagi kehidupan di jaman yang baru? Usaha
seperti itu merupakan perutusan bagi setiap orang yang mau hidup
serius dengan imannya. Apa artinya serius dengan imannya? Pertama, orang
itu mau menjadi saksi rencana dan kasih Allah bagi manusia, termasuk
dirinya. Kedua, orang itu mau mewartakan rencana dan kasih Allah
tersebut dalam situasi dan kondisi yang berubah-ubah. Ketiga, orang itu
mau menghadapi kenyataan hidup sekarang bukan hanya sebagai ancaman bagi
rencana dan kasih, melainkan juga sebagai jalan memetik buah-buah kasih
tersebut. Dengan demikian pewartaan iman tidak perlu dipisahkan dari
pembangunan seluruh kehidupan manusia yang nyata ini. Kemerdekaan
manusia memungkinkan ia memilih jalan mengembangkan hidup secara
bertanggungjawab. Dalam hubungan ini evangelisasi harus dilaksanakan
bersama dengan pembangunan manusia secara utuh. Kitab nabi Hosea
memberikan pelbagai macam unsur untuk mengembangkan kehidupan manusia
secara utuh itu.
Evangelisasi Baru lalu bisa dilihat sebagai rencana pastoral seluruh
Gereja untuk melibatkan diri dalam kepentingan umat manusia di manapun.
Dalam era globalisasi ini kepentingan manusia di manapun juga perlu
mendapat perhatian dalam penginjilan tersebut. Usul yang sebetulnya
dilancarkan mengingat kepentingan Gereja lokal tertentu (Amerika Latin)
dan berhubungan dengan peristiwa sejarah di masa lalu (500 tahun
evangelisasi di Amerika) kini diajukan sebagai rencana gerakan pastoral
bagi seluruh jemaat beriman, berdasarkan Surat Apostolik Christi Fideles
Laici (1988).
Rencana pastoral itu sendiri sebetulnya mau menggarisbawahi pelbagai
hal ini: pertama, mengembangkan budaya kasih sejati dan solidaritas
antar bangsa; kedua, mengembangkan pola-pola pembinaan pastoral baru
yang membuka arah lebih partisipatif; ketiga, merangsang penemuan
wujud-wujud penghayatan iman yang otentik yang sesuai dengan kondisi
jaman ini; ini sering disebut inkulturasi; keempat, mengembangkan jiwa
dan semangat baru berlandaskan pewartaan injil; jiwa dan semangat
injili inilah yang harus digali. Hal ini bisa dilakukan dalam
kelompok-kelompok basis, terutama dengan menggali kembali warta Kitab
Suci. Dengan membaca, merenungkan, mendoakan dan melibatkan diri anggota
kelompok basis itu bisa mengembangkan iman mereka dan dukung-mendukung
dalam perjuangan hidup bersama.
4. Manakah unsur-unsur pembaharu itu?
4.1. Semangat Baru
Evangelisasi Baru sesuai dengan cita-citanya mau menghayati semangat
injili itu secara baru. Evangelisasi terutama adalah suatu kesaksian
hidup beriman. Maka untuk melaksanakan kesaksian itu, orang beriman
sendiri harus peka pada penghayatan imannya. Orang beriman sendiri harus
mendapatkan kesempatan membaharui diri. Ini merupakan sekaligus
kesempatan menemukan wajah Allah yang baru (Gaudium et Spes 19). Orang
beriman perlu menggali imannya untuk menyuburkannya, dengan mengingat
kekurangan-kekurangan yang selama ini mungkin saja terjadi. Dengan melihat kekurangan sendiri, orang beriman lebih menyadari jalan yang
ditempuh Allah dalam kasih-Nya, untuk menawarkan pengampunan dan
penciptaan baru.
Dengan memahami semangat baru ini, tidak cukup hanya mencari
informasi baru atau sistem pengajaran baru. Perlu diperhatikan dalam
hubungan ini terutama adalah hubungan (relasi dan komunikasi) penuh
kegembiraan yang muncul dari kehadiran kasih Allah yang hendak
membangun. Rahmat Allah yang menyelamatkan itu harus menjadi kenyataan
dalam perwujudan iman. Ciri jiwa dan semangat baru itu akan nampak
dalam pola seperti dinyatakan dalam diri Yesus Kristus, yang mau menjadi
miskin, meskipun Ia sendiri kaya, untuk membagikan kekayaan itu bagi
kehidupan bersama, lihat 2 Korintus 8:9. Semangat sabda Allah yang
menjadi manusia dan tinggal di antara kita untuk menganugerahkan
kehidupan yang melimpah itu harus menjadi ciri semangat ini.
Kecuali itu ciri itu juga ciri perjuangan dari manusia menuju Allah
pantas diindahkan. Salib dan kebangkitan, kejatuhan dan rahmat,
merupakan warna khas dari perjuangan ini. Semangat evangelisasi baru
adalah semangat mewujudkan kasih karunia Allah dalam hidup yang terbatas
dan memelas ini.
Semangat itu diwarnai oleh perjuangan para nabi. Para nabi berusaha
menafsirkan rencana dan kehendak Allah dalam situasi kehidupan mereka.
Mereka mewujudkan rencana dan kehendak Allah itu bagi kepentingan
seluruh umat, kendati nabi sendiri harus menderita dan merana. Ciri
kenabian ini tidak boleh diabaikan. Ciri lain dari semangat ini ialah
altruisme dan bukan egoisme. Bukan diri sendiri melainkan kepentingan
bersama. Semangat ini didasarkan pada keyakinan bahwa Allah adalah Bapa
bagi semua, Roma 8:15; semua manusia adalah saudara, Matius 23:8-10;
kewajiban kita untuk saling melayani, Matius 20:25-28, dalam kerukunan
sejati, Matius 6:24; 19:21. Dengan demikian maka akan berkembanglah
kasih yang sejati, Yohanes 13:34; 15:13.
4.3. Metode Baru
Cara penyampaian warta gembira menjadi penting dalam situasi dan
kondisi kehidupan yang baru. Bukan hanya soal warta melainkan juga soal
perwujudannya. Evangelisasi itu akhirnya harus menyentuh jatidiri
manusia yang amat pribadi. Ia menyapa manusia secara merdeka. Maka
evangelisasi itu juga mengarahkan manusa kepada kemerdekaannya sebagai
anak-anak Allah yang bertanggungjawab. Pola seperti itu nampak dalam
diri Yesus Kristus sebagai pewarta Injil. Ia sendiri mengajukan rencana
dan kehendak Allah dan memperjuangkannya. Kepada orang lain Ia mengajak
hidup demikian. Ia membebaskan orang dari kungkungan dosa pribadi,
keterikatan pada belenggu sosial dan mengantar orang sampai pada
pengalaman Roh Allah yang membaharui kehidupan. Ia memperlakukan
pendosa, orang miskin dan papa sebagai manusia yang dikasihi oleh
Bapa-Nya.
Ciri metode baru itu pertama-tama ialah, bahwa tidak membedakan
melainkan mencoba menangkap inti pribadi yang disapa. Maka orang miskin
diperlakukan sebagai manusia, yang tersingkir diperhatikan. Ciri lain
adalah kegembiraan. Cara menyampaikan kegembiraan adalah spontan dan
tulus, tanpa tedeng aling-aling. Maka kesaksian hidup yang penuh
pengharapan, dengan membuka pelbagai alternatif bagi kehidupan ini
menjadi amat penting dalam memperhitungkan cara evangelisasi.
4.3. Ungkapan Baru
Evangelisasi ini mau mulai dengan menghargai apa yang ada dalam
budaya dan kondisi kehidupan bersama. Ini sudah menjadi nyata dalam
sejarah kehidupan jemaat awal. Mereka itu berhasil menyampaikan
kegembiraan Kristen, karena pewartaan mereka bisa diungkapkan dalam
pelbagai budaya: Yahudi, Yunani, Latin tanpa kehilangan inti warta
gembira sendiri. Maka pemisahan antara warta gembira dan budaya
merupakan bencana besar bagi umat manusia, bandingkan Evangelii
Nuntiandi 20. Untuk menghayati iman dalam budaya tertentu memang perlu
dipertimbangkan pelbagai model yang ada. Model iman yang memandang
rendah budaya yang ada (integralisme) pernah terjadi, dengan
menyingkirkan apa yang disebut ‘adat yang tidak pas’. Model ini
memaksakan bentuk kebudayaan iman tertentu sebagai pola untuk
penghayatan iman yang lain. Model iman yang menyamakan diri dengan
sembarang budaya, mencoba menyerasikan segala unsur budaya bagi
kehidupan iman. Sikap campuran (sinkretistis) seperti ini tentu bisa
mengaburkan inti iman dalam bentuk dan perwujudan yang ada.
Model lain ialah model dialog. Iman bisa berdoalog dengan budaya yang
ada dan mengolah unsur-unsur budaya itu untuk mengembangkan diri dan
menyuburkan kehidupan iman sendiri. Dalam usaha seperti itu jelas muncul
ketegangan-ketegangan antara yang satu dan yang aneka ragam, yang umum
dan yang khusus, yang tetap dan yang bisa berubah, antara jatidiri dan
pengembangkannya. Untuk menemukan bentuk dan wujud yang baru ternyata
dibutuhkan kearifan, kesabaran, dan pemahaman yang luas.
5. Kita Mau Berbuat Apa?
Dari sinilah diharapkan menjadi jelas: apa yang sebetulnya
dimaksudkan dengan Evangelisasi Baru: manakah unsur pembaharuan itu;
relevansi dan urgensinya; dan terutama arah dan tujuannya. Berdasarkan
pemahaman di atas maka dalam Minggu Kitab Suci Nasional ini kita bisa
menggali warta gembira dari Allah lewat Kitab Nabi Hosea yang disajikan
bagi pengolahan batin kita masing-masing. Bacaan itu disajikan untuk
mengembangkan baik semangat, cara dan ungkapan kehidupan iman yang baru.
Sabda gembira dari Allah itu sendirilah yang akhirnya memberikan
kekuatan untuk membaharui hidup orang beriman, sesuai dengan kondisi dan
situasi mereka. Sabda kenabian Hosea bisa membantu kita menerjemahkan
nilai-nilai warta gembira itu dalam situasi masyarakat kita. Bukankah
soal religiositas, sinkretisme, sekularisme, kesetiaan dalam hidup
bernegara maupun berkeluarga masih tetap menjadi tantangan jaman kita?
Pesan itu pantas dikumandangkan kembali dalam diri kita masing-masing,
dalam keluarga dan masyarakat kita.
Warta nabi itu bisa diolah secara pribadi maupun dalam kelompok
basis: misalnya beberapa keluarga, beberapa orang yang dekat, dengan
mengembangkan lectio divina. Lectio divina yang sudah menjadi tradisi
dalam kehidupa beriman bisa memberikan ilham bagi kegiatan kerasulan
Kitab Suci. Lectio divina sendiri mempunyai langkah-langkah sebagai
berikut:
- membaca (lectio)
- merenungan (meditatio)
- mendoakan (oratio)
- melibatkan diri (contemplatio)
Membaca teks Kitab Suci bisa dilaksanakan beberapa kali, agar
kandungan warta itu menjadi jelas bagi peserta. Merenungkan bisa
dilakukan dengan memilih kata-kata, gagasan atau kalimat yang menyapa.
Mendoakan berarti menjalin hubungan dengan Allah, bisa setiap anggota
kelompok saling mendoakan. Sedang melibatkan diri berarti terutama
terlibat dalam keprihatinan yang ada dalam warta itu maupun
melibatkandiri dalam situasi dan kondisi yang ada sekarang.
Dengan cara demikian diharapkan kelompok melakukan pembacaan itu
untuk berkelakuan dan berperilaku setia, seperti nabi Hosea dalam
memperjuangkan iman di tengah masyarakat. Melakukan pembacaan berarti
latihan (exercitia) agar orang memiliki watak (kelakuan) sebagaimana
diwartakan oleh nabi Hosea, yakni berperilaku (moral) setia pada
panggilan warta gembira iman dalam hidup bermasyarakat, baik dahulu,
kini maupun nanti.