“Biarlah keadilan bergulung-gulung seperti
air, dan kebenaran seperti sungai-sungai yang selalu mengalir.” (Amos 5:24)
Dalam
tahun-tahun terakhir ini istilah “evangelisasi baru” berkumandang di mana-mana
dan mendorong banyak orang untuk semakin mendalami maknanya. Evangelisasi sama sekali
bukanlah kegiatan misioner untuk mewartakan Injil semata-mata dengan tujuan
membaptis orang sebanyak-banyaknya, sebagaimana pernah dipahami di masa-masa
lalu. Evangelisasi sesungguhnya adalah usaha mewartakan kabar gembira tentang
Yesus Kristus kepada umat manusia dalam seluruh aspek kehidupannya (bdk. Evangelii Nuntiandi 14;18). Kalau kini
banyak dibicarakan tentang evangelisasi baru, di manakah sebenarnya letak
kebaruan ini? Kebaruan itu terletak pada semangat, metode dan ungkapannya.Dalam
konteks kita yang tinggal di salah satu negara di Asia, yang rata-rata
berkembang dengan irama pembangunan yang cepat, evangelisasi baru ini perlu
menemukan ungkapannya dengan mengindahkan nilai-nilai yang diajarkan Injil,
sementara melaksanakan pembangunan. Damai sejahtera yang diwartakan Yesus
Kristus sendiri tidaklah mempunyai sisi rohani saja, melainkan mencakup seluruh
segi kehidupan manusia. Pembangunan yang dilakukan setiap negara juga mempunyai
tujuan agar setiap warga negara memperoleh kesejahteraan lahir dan batin
sebagai manusia seutuhnya. Kesejahteraan ini tidaklah dimaksudkan bagi
segelintir orang saja yang memiliki privilese khusus, melainkan harus
diusahakan agar sampai ke segenap orang. Sila kelima dasar negara kita,
“Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia” bahkan secara nyata menegaskan
hal ini. Oleh karena itu, pembangunan negara harus berarti pula pembangunan
keadilan masyarakatnya.