Social Icons

TIMOTIUS : SEJAK KECIL SUDAH AKRAB DENGAN KITAB SUCI


Timotius berasal dari Listra. Ia lahir dari keluarga yang ayahnya seorang Yunani dan ibunya seorang Yahudi (Kis 16:1; 2Tim 1:5). Ia berjumpa dengan Paulus di Listra waktu perjalanan misi yang kedua sekitar tahun 50 (Kis 16:2-4) dan menjadi teman sekerjanya di Asia, Yunani dan Roma. Penyebutan namanya berulangkali dalam surat-suratnya (1Tes 1:1; 1Kor 16:10; 2Kor 1:1; Flp 1:1; Flm 1:1) menandakan betapa besar kepercayaan Paulus kepadanya. Ia disebut kawan sekerja (Rm 16:12), saudara dan hamba Allah dalam Injil Kristus (1Tes 3:2). Ia dipuji (Flp 2:20) dan diberi salam sebagai anakku yang terkasih dan setia dalam Tuhan (1Tim 1:2; 2Tim 1:2; 1Kor 4:17). Semua itu menandakan kehangatan dan keeratan hubungan Paulus dengannya.


Dalam perjalanan misi Paulus yang terakhir, Timotius ditinggalkan di Efesus untuk membina jemaat di sana (1Tim 1:3). Paulus meneruskan perjalanan ke Makedonia dan di sana menulis surat kepada Timotius yang pertama sekitar tahun 64-65. Kemudian Paulus ditahan lagi di Roma pada masa penganiayaan Kaisar Nero (2Tim 1:16-17). Di situlah ia menulis surat kepada Timotius yang kedua sebelum atau tidak lama menjelang pemartirannya tahun 67.
Surat Pertama dan Kedua Timotius dikategorikan sebagai Surat Pastoral yang bertemakan reksa pastoral. Reksa pastoral itu mencakup pengajaran ajaran sehat, pengaturan jemaat lewat pemilihan para petugasnya dengan seksama, dan pemeliharaan serta pengembangan hidup Kristiani secara murni. Perhatian khusus terhadap pengajaran sehat itu dikarenakan adanya keresahan di tengah-tengah jemaat Efesus akibat pengajaran sesat dari guru-guru palsu. Guru-guru palsu itu adalah orang-orang Kristen Yahudi yang membedakan makanan halal dan haram (1Tim 4:3), yang mempermasalahkan hukum (1Tim 6:4-5), yang menentang kebenaran (2Tim 3:8). Mereka adalah orang-orang munafik (2Tim 3:5) yang suka omong sia-sia (1Tim 1:6), bobrok pikirannya (2Tim 3:8), senang akan takhayul dan dongeng nenek tua (1Tim 4:7), dan bekerja demi popularitas serta mata duitan (1Tim 6:5-10). Singkat kata dalam 2Tim 3:1-9 Paulus menggambarkan guru-guru palsu itu identik dengan keadaan manusia yang akan datang menjelang akhir zaman.

Guru-guru palsu dan ajaran sesatnya itu jelas bertentangan dengan ajaran sehat Paulus (1Tim 1:10; 6:3; 2Tim 1:13; 4:3) untuk memelihara harta kekayaan iman (1Tim 6:20; 2Tim 1:14). Ajaran sehat Paulus mencakup karya penyelamatan Allah sebagai motif hidup Kristiani. Allah Bapa menciptakan dunia (1Tim 4:3-4) dan memeliharanya (1Tim 6:13) serta memerintah atas segala makhluk ciptaan-Nya tanpa terkecuali (1Tim 6:17). Allah itulah yang berinisiatif menyelamatkan semua manusia (ITim 2:4), bahkan sebelum dunia diciptakan (2Tim 1:9). Ia merealisasikan karya penyelamatan itu dalam Kristus. Inkarnasi merupakan penampakan diri Allah dalam daging (1Tim 3:16) demi penyelamatan orang berdosa (1Tim 1:15), sehingga Kristus menjadi Penyelamat (2Tim 1:10) dan Pengantara (1Tim 2:5). Kristus itulah yang pada akhir zaman akan datang untuk menghakimi dengan adil semua orang hidup dan orang mati (2 Tim 4:1,8). Maka, Roh Kudus dicurahkan agar manusia dapat menjawab inisiatif Allah itu dengan hidup dalam segala kesalehan dan kehormatan (1Tim 2:2).

Dalam 2Tim 3:10-17 Paulus memuji Timotius dan meminta agar melaksanakan tugasnya dengan tekun. Ia dipuji karena setia mengikuti ajaran dan teladan Paulus, sehingga layak menjadi pengajar jemaat Kristus serentak penentang guru-guru palsu. Semua itu tidak lepas dari pengajaran Kitab Suci yang sudah ia terima sejak kecil.

Bertentangan dengan kebobrokan moral dari guru-guru palsu (yang mencintai diri sendiri dan mata duitan), dalam 2Tim 3:10-13 Timotius dipuji sebagai murid yang setia mengikuti ajaran dan teladan Paulus. Tetapi engkau telah mengikuti ajaranku, cara hidupku, pendirianku, imanku, kesabaranku, kasihku dan ketekunanku. Engkau telah ikut menderita penganiayaan dan sengsara seperti yang telah kuderita di Antiokhia dan di Ikonium dan di Listra. Semua penganiayaan itu kuderita dan Tuhan telah melepaskan aku dari padanya. Memang setiap orang yang mau hidup beribadah di dalam Kristus Yesus akan menderita aniaya, sedangkan orang jahat dan penipu akan bertambah jahat, mereka menyesatkan dan disesatkan. Kata "mengikuti" punya arti ganda. Pertama, mengikuti dalam arti menyertai dan terlibat dalam peristiwa-peristiwa yang dialami Paulus, seperti penganiayaan dan penderitaan. Kedua, mengikuti dalam kontek cara berpikir Paulus, sehingga Timotius menjadi sepaham dan penerus ajarannya (bdk. 1Tim 4:6). Ada delapan hal yang diikuti Timotius, yaitu tujuh berupa prinsip dan satu berupa contoh konkret dari ketujuh prinsip itu.

Pertama, Timotius mengikuti ajaran Paulus. Ajaran itu tentu saja ajaran sehat tentang Injil Yesus Kristus yang dihayati dalam hidupnya, sehingga berbeda dengan kehidupan guru-guru palsu. Memang pengajar yang benar tidak pernah terpisah dari ajarannya. Dalam diri Paulus nampak jelas tanda-tanda kebaikan yang mengalir dari ajarannya dan menjiwai hidupnya (bdk. 1Tim 4:12,15-16; 6:3; 2Tim 2:22-25). Kesesuaian ajaran dan hidup Paulus itulah yang menarik dan membuat Timotius mengikuti unsur kedua, yaitu cara hidup atau perilakunya (bdk. 1Tim 4:12). Ketiga, Timotius mengikuti pendirian Paulus yang merujuk pada tujuan dan rancangan pelayanannya (bdk. Kis 20:20-21.24,27; 1Kor 2:1-5). Selanjutnya Timotius mengikuti keempat ciri hidup kekristenan Paulus, yaitu iman, kesabaran, kasih dan ketekunannya (bdk. Tit 2:2). Iman adalah kepercayaan Paulus kepada Allah, terutama berhubungan dengan perintah-perintah-Nya yang mengikat dan janji-janji-Nya yang benar (bdk. 1Tim 4:12; 6:11; 2Tim 2:22). Kesabaran adalah ketenangan, keramahan dan keteguhan Paulus dalam prinsip, terutama saat menghadapi tantangan dan situasi sulit (bdk. 2Tim 2:24; 4:2). Kasih adalah sikap peduli Paulus yang tidak mementingkan diri sendiri dan rela berkorban bagi jemaat demi yang terbaik (bdk. 1Tim 1:5; 1Kor 13:l dst). Ketekunan adalah kegigihan dan daya tahan Paulus dalam menghadapi kesulitan-kesulitan hidup.

Singkat kata, sebagai murid yang setia, Timotius mengikuti pelayanan Paulus (ajaran, cara hidup, pendirian) dan hidupnya (iman, kesabaran, kasih, ketekunan). Timotius pun mengikuti Paulus dengan ambil bagian secara konkrit dalam kesabaran dan ketekunan lewat penderitaan: "Engkau telah ikut menderita penganiayaan dan sengsara seperti yang telah kuderita di Antiokhia dan di Ikonium dan di Listra. Semua penganiayaan itu kuderita dan Tuhan telah melepaskan aku dari padanya" (2Tim 3:11).
Penganiayaan yang diderita Paulus bermotifkan religius. Penganiayaan itu terjadi karena imannya kepada Yesus Kristus (bdk. Mat 13:21; Mrk 4:17; 10:30; Kis 8:1; 13:50; Rm 8:35; 2Kor 12:10; 2Tes 1:4). Paulus menyebut tiga penderitaan yang erat kaitannya dengan penganiayaan di daerah Galatia, yaitu diusir dari Antiokhia Pisidia (Kis 13:50), menyingkir dari Ikonium untuk menghindari penyiksaan (Kis 14:5,6) dan dilempari batu hingga hampir mati di Listra (Kis 14:19). Kemungkinan Timotius yang berasal dari Listra menyaksikan dengan mata kepala sendiri waktu Paulus dilempari batu oleh orang banyak, lalu diseret keluar kota dan dibiarkan terkapar di selokan karena dikira sudah mati. Bisa jadi keberanian Paulus menanggung penganiayaan itu ikut berperan dalam pertobatan Timotius. (Bdk. pertobatan Paulus setelah menyaksikan kemartiran Stefanus).

Dengan penyebutan secara khusus penganiayaan itu kemungkinan Paulus ingin mengingatkan komitmen Timotius dalam mengikuti pelayanannya yang telah mendatangkan penganiayaan. Yang pasti Paulus mau meneguhkan Timotius dengan catatan kemenangan, di mana Tuhan telah melepaskannya dari penganiayaan itu (bdk. litani kesulitan-kesulitan Paulus dan kelepasannya dalam 2Kor 4:7-9). Tuhan yang melepaskan dari penganiayaan itu adalah Kristus, Guru, yang Paulus layani dan telah melindunginya. Paulus pun menegaskan bahwa setiap pengikut Kristus akan menderita penganiayaan: "Memang setiap orang yang mau hidup beribadat di dalam Kristus Yesus akan menderita aniaya" (2Tim 3:12).

Perkataan "setiap orang yang mau hidup beribadat di dalam Kristus Yesus" berhubungan dengan orang-orang Kristen yang dipertentangkan dengan para pengikut guru-guru palsu. Hidup beribadat adalah gambaran hidup yang mendatangkan anugerah dari orang yang diselamatkan Kristus (bdk. Tit 2:11-12). Hidup beribadat itu terjadi dalam Kristus, yaitu hidup dalam kesatuan dengan-Nya oleh karena iman kepada-Nya (bdk. 1Tim 1:14; Gal 2:20).

Kepada orang-orang yang beriman dan menjadi pengikut Kristus itu Paulus menyatakan prinsip umum penganiayaan berdasarkan pengalamannya sendiri. Sama seperti Paulus telah mengalami penganiayaan, demikian juga orang Kristen pada umumnya. Namun Paulus yakin bahwa Allah akan menolong setiap orang yang menaruh iman kepada-Nya. Ia yakin bahwa lebih baik menderita demi Allah dan kebenaran-Nya daripada menyesuaikan diri dengan banyak orang dan kesalahannya. Ia juga yakin bahwa orang-orang yang tidak beriman akan menuju kehancuran dan secara harfiah mereka tidak memiliki masa depan, karena mereka menolak hukum Allah. Ia berkata: "Sedangkan orang jahat dan penipu akan bertambah jahat, mereka menyesatkan dan disesatkan" (2Tim 3:13). Orang Jahat yang dirujuk Paulus adalah orang zaman ini yang secara etis jahat. Penipu adalah orang yang membujuk untuk berbuat fasik dengan kata-kata yang tampaknya saleh. Orang jahat itu akan bertambah jahat, artinya taktik dan tindakan mereka akan semakin buruk dan buruk, menipu dan menyesatkan orang lain. Orang jahat itu dihubungkan dengan ajaran palsu, yaitu orang yang memiliki roh penipu dan bekerja dengan roh-roh penyesat (bdk. 1Tim 4:1-2). Orang itu ditipu oleh si jahat dan roh-roh jahat, sehingga kata-katanya menyesatkan orang lain dan dirinya sendiri. Orang-orang jahat yang adalah guru-guru palsu itu akan bertambah buruk dan mereka tidak akan lebih maju (2Tim 3:9). Mereka semakin merosot baik dalam hal intelektual maupun moral. Mereka hanya mau enaknya saja, memburu kenikmatan dan tidak mau menanggung derita akibat pengajarannya. Sedangkan Paulus selalu berlaku jujur dan penuh pengendalian diri, iman, kasih dan setia pada prinsip-prinsip yang diajarkannya, meski untuk itu ia harus menderita. Kebenaran ajarannya ia buktikan dengan cara hidupnya dan penderitaan-penderitaan yang telah dialaminya.

Timotius pun tidak akan luput dari penderitaan, karena guru-guru palsu yang terus berlaku jahat dan akan bertambah jahat. Mereka menyesatkan, tetapi akhirnya akan tersesat sendiri. Karena itu, Timotius bukan hanya harus menjaga harta kekayaan iman, tetapi juga harus membawa para lawannya ke jalan yang benar. Ia harus menyatakan kesalahan mereka, menegur dan menasihati mereka dengan penuh kesabaran. Semua itu tentu akan mendatangkan penderitaan bagi Timotius. Maka, betapa pentingnya ia harus berpegang pada kebenaran yang telah dipelajari dari Paulus dan diyakininya. Dalam 2Tim 3:14-17 Paulus menasihati dan mendesak agar Timotius bertekun dalam kebenaran yang telah ia ikuti itu.

Tetapi hendaklah engkau tetap berpegang pada kebenaran yang telah engkau terima dan engkau yakini, dengan selalu mengingat orang yang telah mengajarkannya kepadamu. Ingatlah juga bahwa dari kecil engkau sudah mengenal Kitab Suci yang dapat memberi hikmat kepadamu dan menuntun engkau kepada keselamatan oleh iman kepada Kristus Yesus. Segala tulisan yang diilhamkan Allah memang bermanfaat untuk mengajar, untuk menyatakan kesalahan, untuk memperbaiki kelakuan dan untuk mendidik orang dalam kebenaran. Dengan demikian tiap-tiap manusia kepunyaan Allah diperlengkapi untuk setiap perbuatan baik.

Timotius harus tetap berpegang pada kebenaran yang telah ia terima dan yakini. Artinya, ia harus memperhatikan terus-menerus dan meneruskan segala sesuatu yang telah ia pelajari dan yakini. Kepada apa persisnya Timotius harus tetap berpegang tidak dikatakan, kecuali hanya kepada apa yang telah dipelajarinya dan diyakininya. Yang dipelajari dan diyakini itu harus ia pegang sebagai sesuatu yang benar dan dapat diandalkan. Dengan demikian jelas bahwa Paulus tidak memasukkan Timotius ke dalam alam tradisional, tetapi pada kepatuhan terhadap apa yang telah ia yakini sebagai kebenaran. Karena itu, ajakan Paulus untuk tetap berpegang pada ajarannya lebih didasarkan pada pengetahuan yang Timotius telah pelajari darinya, yaitu Kitab Suci (2Tim 3:15-17).

Pengetahuan tentang Kitab Suci itulah yang sesungguhnya Paulus telah ajarkan kepada Timotius. Kata ganti orang ketiga tunggal "orang yang telah mengajarkannya" menunjuk pada diri Paulus. Alasannya adalah fakta bahwa Timotius telah mengikuti ajaran Paulus (2Tim 3:10), memegang segala sesuatu yang telah didengar dari Paulus (2Tim 1:13), dan mempercayakan kepada orang-orang dapat dipercayai apa yang telah didengar dari Paulus (2Tim 2:2). Namun yang dimaksud dengan "orang yang telah mengajarkannya" itu kiranya tidak eksklusif Paulus saja, melainkan juga para pengajar lain di masa kecil Timotius, yaitu Lois dan Eunike (bdk. 2Tim 1:5). Hal itu nampak dalam rumusan berikut: "Ingatlah juga bahwa dari kecil engkau sudah mengenal Kitab Suci yang dapat memberi hikmat kepadamu dan menuntun engkau kepada keselamatan oleh iman kepada Kristus Yesus" (2Tim 3:15).

Timotius sudah mengetahui Kitab Suci sejak masa kanak-kanak dari neneknya (Lois) dan ibunya (Eunike). Ayah Timotius memang orang Yunani, tetapi ibunya seorang Yahudi (Kis 16:1). Jelas bahwa ibu dan neneknya yang mendidik dan mewariskan Kitab Suci itu kepadanya. Sebab bagi orang Yahudi, merupakan kemuliaan kalau dapat mendidik anak-anak mereka sejak kecil dalam hukum Allah. Bahkan mereka mengatakan bahwa anak-anak harus mempelajari hukum Allah sejak masih dibedung dan menyusu pada ibunya. Mereka yakin bahwa hukum Allah telah ditulis dalam hati dan pikiran anak-anak Yahudi, sehmgga mereka lebih mudah melupakan namanya daripada hukum Allah itu.

Dalam Mishnah, Traktat Pirke Aboth 5:21 yang berasal dari akhir abad I mencatat, bahwa sejak umur 5 tahun seorang anak Yahudi sudah belajar Kitab Suci. Sudah barang tentu Kitab Suci yang dimaksud adalah Perjanjian Lama, yaitu Kitab Sucinya orang-orang Yahudi. Memang Kitab Suci Perjanjian Baru belum ada, namun orang-orang Kristen telah membaca Perjanjian Lama itu dalam terang iman mereka akan Yesus Kristus.

Kitab Suci itu dapat menghantar pada keselamatan bagi orang yang percaya akan Yesus. Ajaran-ajaran Kitab Suci memang tidak dengan sendirinya terus membawa keselamatan, tetapi memberi hikmat yang mengarahkan atau menuntun seseorang kepada keselamatan. Memberi hikmat berarti mengajarkan kepada seseorang yang oleh Kitab Suci telah nyatakan sebagai keselamatan. Keselamatan itu adalah pembebasan manusia dari perbudakan dosa oleh Kristus Yesus. Keselamatan itu dapat diperoleh dengan beriman pada Yesus Kristus. Jadi, iman adalah syarat untuk memperoleh keselamatan. Iman adalah kepercayaan atau keyakinan kepada Kristus sebagai Tuhan, Penyelamat (Rm 10:9). Objek dari iman adalah Yesus Kristus (bdk. 2Tim 1:1,10; 1Tim 1:1-2).

Kitab Suci dapat menuntun orang pada keselamatan, karena tulisan itu diilhami oleh Allah: "Segala tulisan yang diilhamkan Allah memang bermanfaat untuk mengajar, untuk menyatakan kesalahan, untuk memperbaiki kelakuan dan untuk mendidik orang dalam kebenaran" (2Tim 3:16).

Ada dua kebenaran dasar dari Kitab Suci yang erat kaitannya dengan asal dan tujuannya. Berdasarkan asal-usulnya, Kitab Suci ada karena hembusan nafas Allah: "Segala tulisan yang diilhamkan Allah...". Dalam bahasa Yunani, istilah "tulisan yang diilhami" sekarang digunakan untuk banyak tulisan. Dalam dunia Perjanjian Baru, istilah itu hanya dipakai untuk Kitab Suci secara keseluruhan. Seluruh Kitab Suci bersumber pada nafas/roh Allah, sehingga menjadi hasil karya Allah dan disebut Sabda Allah. Nafas/roh Allah itu erat kaitannya dengan ilham yang dalam perkembangannya di Vulgata (Kitab Suci berbahasa Latin) disebut inspirasi (bdk. 2Ptr 1:21). Jadi, menurut asal-usulnya Kitab Suci diilhami/diinspirasi oleh Allah.
Berdasarkan tujuannya, Kitab Suci adalah tulisan yang bermanfaat. Pada hakekatnya Kitab Suci adalah pedoman untuk menggapai keselamatan, sehingga tujuan utamanya bukan mengajarkan fakta-fakta ilmu pengetahuan (fakta ilmiah), tetapi fakta-fakta penyelamatan. Fakta ilmiah dapat ditemukan lewat penyelidikan empiris, sedangkan fakta penyelamatan hanya Allah dapat menyatakannya. Kitab Suci memaparkan dan membawa orang masuk ke dalam rencana penyelamatan ilahi, yaitu menuntun orang kepada keselamatan oleh karena iman akan Yesus Kristus. Karena itu, seluruh Kitab Suci bermanfaat untuk mengajar, menyatakan kesalahan, memperbaiki kelakuan, mendidik dalam kebenaran dan membuat manusia kepunyaan Allah diperlengkapi untuk perbuatan baik (2Tim 3:17).

Kitab Suci bermanfaat untuk mengajar. Dalam Rm 15:4 Paulus mengatakan: "Sebab segala sesuatu yang ditulis dahulu, telah ditulis untuk menjadi pelajaran bagi kita, supaya kita teguh berpegang pada pengharapan oleh ketekunan dan penghiburan dari Kitab Suci". Kitab Suci bermanfaat untuk menyatakan kesalahan. Artinya, menunjukkan, mengoreksi dan memperbaiki kelakuan yang salah (bdk. 1Tim 4:2). Kitab Suci bermanfaat untuk mendidik dalam kebenaran. Artinya, mengetahui dan melakukan kebenaran (bdk. 1Tim 6:11; 2Tim 2:22; Rm 6:13; 9:20a; 14:17; Ef 5:9).

Kitab Suci bermanfaat untuk mengajarkan kebenaran dan menyatakan kesalahan. Maksudnya, Kitab Suci bukan dipakai untuk mencari-cari kesalahan, tetapi untuk meyakinkan orang mengenai kekeliruan langkahnya dan menunjukkan kepadanya jalan yang benar. Dengan demikian Kitab Suci bermanfaat untuk memperbaharui kelakuan dan menanamkan kedisiplinan hidup yang baik. Kitab Suci dapat dipakai untuk mendidik orang dalam kebenaran sampai ia diperlengkapi dengan perbuatan-perbuatan baik: "Dengan demikian tiap-tiap manusia kepunyaan Allah diperlengkapi untuk setiap perbuatan baik" (2Tim 3:17).

Kitab Suci bermanfaat untuk mematangkan atau mendewasakan "manusia kepunyaan Allah". Sebutan "manusia kepunyaan Allah" merupakan gelar kehormatan dalam Perjanjian Lama yang diberikan kepada beberapa juru bicara Allah, seperti Musa (Ul 33:1), Daud (2Taw 8:14), dan Elia (1Raj 17:18). Paulus juga memakai sebutan itu dalam 1Tim 6:11. Jadi, sebutan itu kemungkinan merujuk pada orang-orang yang dipanggil untuk bertanggung jawab dalam jabatan-jabatan penting Gereja. Memang sebutan "manusia kepunyaan Tuhan" bisa dikenakan secara khusus untuk para pemimpin jemaat Kristen, namun dapat juga dikenakan untuk setiap orang Kristen pada umumnya atau Timotius.

Kitab Suci diberikan untuk memampukan setiap "manusia kepunyaan Allah" memenuhi tuntutan yang diembankan Allah kepadanya. Tuntutan itu khususnya berlaku untuk Timotius sebagai pemimpin jemaat Kristen (bdk. 2Tim 4:2). Dengan demikian Kitab Suci dapat membuat setiap "manusia kepunyaan Allah" diperlengkapi untuk perbuatan baik. Tuhan menciptakan dan memanggil orang Kristen untuk melakukan pekerjaan baik (bdk. Ef 2:10; Tit 3:1; 2Tim 2:21), sehingga Ia pun telah memberikan Kitab Suci.
Penekanan sedemikian rupa pada Kitab Suci ini karena jemaat di Efesus berhadapan dengan dua sikap fanatis yang ekstrim. Beberapa orang menolak hukum dan hidup sebagai kaum libertini yang bebas dari segala otoritas dan tatanan. Bentuk hidup ini didasarkan pada kebebasan radikal yang mereka alami dan yakini, yaitu dengan ambil bagian pada kebangkitan Kristus. Itulah ekstrim yang pertama. Ekstrim kedua dianut oleh sebagian orang lagi yang menerapkan Yudaisme pada kekristenan dan menuntut pelaksanaan hukum-hukum Yahudi itu secara keras.

Timotius yang telah mengikuti ajaran-teladan Paulus dan ditugasi membina jemaat Efesus diajak untuk tetap berpegang pada apa yang telah ia percayai. Ia diajak untuk menengok kembali prinsip-prinsip alkitabiah yang mendasari imannya, yaitu bahwa Kitab Suci itu diilhamkan Allah dan bermanfaat. Di tengah situasi sulit dalam jemaatnya, di mana guru-guru palsu dan orang-orang jahat bertambah jahat, Kitab Suci yang sudah ia pelajari sejak kecil dapat menguatkannya dan memberikan apa yang ia perlukan.