Pada tanggal 30 April 2000, bertepatan
dengan proses kanonisasi Santa Faustina Kowalska, Paus Yohanes Paulus II mengumumkan bahwa Hari
Minggu Paskah II, hari Oktaf Paskah (hari ke-7 setelah Paskah), sebagai Hari Minggu
Kerahiman Ilahi dan Gereja Katolik di seluruh dunia diminta untuk merayakannya.
Pemberian nama ini mirip dengan hari oktaf
Natal (hari ke-7 setelah Natal) yang disebut Hari Raya Bunda Allah (1
Januari). Santa Faustina Kowalska adalah seorang biarawati yang mendapat
penampakan-penampakan Yesus dan menggalakkan devosi kepada Kerahiman Ilahi.
Pengumuman Paus Yohanes Paulus II ini
kemudian ditindaklanjuti oleh Kongregasi untuk Ibadat dan Sakramen. Melalui
Dekrit Misericos et Miserator yang
diterbitkan pada 5 Mei 2000, Kongregasi untuk Ibadat dan Sakramen menyatakan
secara resmi bahwa Hari Minggu Paskah II disebut Hari Minggu Kerahiman Ilahi,
saat untuk mengenang karunia-karunia rahmat Bapa yang Maharahim. KWI sudah
mencantumkan hal ini sejak tahun 2001 dalam buku Penanggalan Liturgi. Jadi,
perayaan Hari Minggu Kerahiman Ilahi bukanlah manasuka, tapi wajib untuk
seluruh Gereja. Perayaan Kerahiman Ilahi adalah perayaan resmi Gereja.
Pesta Kerahiman Ilahi juga bukan
peringatan untuk Santa Faustina Kowalska, sebab pada Minggu Paskah II itu tidak
disebutkan sama sekali nama Santa Faustina Kowalska. Meski devosi Kerahiman
Ilahi didasarkan pada wahyu pribadi yang diterima Santa Faustina, tetapi
perayaan tersebut tidak harus merujuk pada devosi Kerahiman Ilahi yang
digalakkan Santa Faustina. Perayaan Kerahiman Ilahi juga tidak bisa disebut
sebagai milik gerakan devosional Kerahiman Ilahi tersebut. Maka, kurang tepat
jika dikatakan bahwa Hari Minggu Kerahiman Ilahi ini mencampurkan devosi dan
liturgi resmi Gereja.
Pentingnya Kerahiman Ilahi
berulang-ulang digarisbawahi Paus Yohanes Paulus II, bahkan sampai saat-saat
terakhir hidupnya. Pada saat terakhir hidupnya, 2 April 2005, beliau menuliskan
pesan kepada dunia. Isi pesan ini kemudian diumumkan pada saat doa Angelus pada
hari Minggu Kerahiman Ilahi, 3 April 2005. Pesan itu berbunyi: "Sebagai karunia kepada umat manusia,
yang kadang tampak bingung dan terdesak oleh kuasa kejahatan, egoisme, dan ketakutan,
Tuhan yang bangkit menawarkan kasih-Nya yang mengampuni, mendamaikan, dan
membuka kembali hati bagi kasih. Inilah sebuah kasih yang mempertobatkan hati
dan memberikan damai. Betapa dunia perlu mengerti dan menerima Kerahiman Ilahi!
Tuhan, yang menyatakan kasih Bapa dengan wafat dan kebangkitan-Mu, kami percaya
pada-Mu dan dengan yakin mengulangi kepada-Mu hari ini: Yesus, Engkau andalanku,
limpahkan kerahiman atas kami dan atas seluruh dunia".
Nama "Kerahiman Ilahi" dengan
indah sekali sangat cocok dengan doa-doa, bacaan-bacaan, dan Mazmur pada hari
raya itu, yaitu tentang Kerahiman Ilahi. Sesungguhnya perayaan ini merujuk pada
kasih kerahiman Allah yang sudah tampak dalam tradisi kuno dan sudah
diungkapkan dalam liturgi hari Minggu Paskah II itu. Secara liturgis, perayaan
Oktaf Paskah itu selalu dipusatkan pada tema Kerahiman Ilahi dan pengampunan.
Maka, Bapa Suci hanyalah mengeksplisitkan apa yang sudah ada dalam liturgi
Gereja dan secara resmi menetapkannya sebagai perayaan liturgis Gereja. Sekali
lagi, tidak ada pencampuran antara devosi dan liturgi resmi Gereja dalam
perayaan Hari Minggu Kerahiman Ilahi.
Paus Yohanes Paulus II menunjukkan
Kerahiman Ilahi itu dalam khotbahnya sesudah doa Regina Caeli pada Minggu
Kerahiman Ilahi, tahun 1995: "Seluruh
Oktaf Paskah adalah bagaikan satu hari, . . . yang dimaksudkan untuk mengungkapkan
syukur atas kebaikan Allah yang telah ditampakkan kepada manusia dalam seluruh
misteri Paskah".