Social Icons

MENGENAL PERUMPAMAAN-PERUMPAMAAN YESUS



Bercerita
Bercerita merupakan salah satu metode yang efektif untuk mengajar. Dengan memakai cerita atau dongeng, para pendengar dibawa ke dunia yang bukan milik mereka. Jika pencerita adalah seorang yang ahli, apa yang diceritakannya dapat sungguh hidup dan seolah-olah nyata hadir di hadapan para pendengarnya. Pada saat itu pendengar dapat mengidentifikasi diri dengan tokoh-tokohnya, mengambil pelajaran dari isi cerita, membuat perbandingan antara apa yang diceritakan dengan dunianya yang nyata. Mereka terlibat secara emosional, ikut sedih jika ceritanya bernada sedih, ikut gembira jika ceritanya bernada gembira. Dengan adanya keterlibatan aktif pendengar, pencerita dapat memasukkan pesan-pesannya ke dalam cerita dengan lebih mudah. Suatu cerita yang bagus dan diceritakan dengan menarik akan mampu menumbuhkan cara pandang, sikap, pencerahan, opini yang baru bagi pendengarnya. Bahkan pendengar kadang dapat dibantu untuk mengambil keputusan tertentu lewat cerita yang didengarnya.
Ketika mengajar para murid dan orang banyak, Yesus kerapkali menggunakan cerita berupa perumpamaan. Sepertiga pengajaran Yesus di dalam Injil disampaikan dalam bentuk perumpamaan. Tetapi, Yesus bukanlah orang pertama yang memakai perumpamaan untuk mengajar, karena di dalam Perjanjian Lama terdapat sejumlah perumpamaan yang dipakai untuk tujuan pewartaan, yaitu 2Sam 12:1-10 (kisah tentang orang miskin dan anak dombanya yang disampaikan oleh Natan kepada Daud); 2Sam 14:5-20 (perempuan Tekoa dengan dua anaknya); 1Raj 20:35-40 (perumpamaan yang berkaitan dengan hukuman terhadap Ahab); Yes 5:1-7 (nyanyian kebun anggur); Yeh 17:2-10 (rajawali dan pohon anggur); Yeh 19:2-9 (singa betina dan anaknya); Yeh 19:10-14 (pohon anggur); Hak 9:7-15 (fabel tentang pohon-pohon yang mencari raja) dan 2Raj 14:9 (rumput duri dan aras Libanon). Dari semua perumpamaan tersebut, hanya perumpamaan yang dikisahkan oleh Natan di hadapan Daud (2Sam 12:1-10) yang mempunyai kemiripan dengan perumpamaan Yesus dari segi bentuk, tujuan dan tehnik pengisahannya. Sebenarnya para rabi sebelum dan sezaman dengan Yesus juga sering memakai perumpamaan di dalam mengajar. Mereka memakai perumpamaan untuk menjelaskan isi Hukum Taurat. Yesus tidak memakai perumpamaan untuk menjelaskan Taurat tetapi untuk mewartakan Kerajaan Allah dan berbagai pengajaran lain.

Apa itu Perumpamaan?
Kalau kita menelusuri Alkitab kita untuk meneliti penggunaan kata ‘perumpamaan’ dalam Alkitab, kita temukan data bahwa kata ‘perumpamaan’ muncul 45 kali dan hanya di dalam tiga tempat, yaitu Injil Matius, Markus dan Lukas. Kata ini tidak muncul di tempat lain. Mengenai jumlah yang 45 itu, kita bisa sedikit mengabaikannya karena satu kata dalam bahasa Yunani, bisa saja diterjemahkan dengan aneka pilihan kata. Tetapi yang menarik adalah bahwa rupanya perumpamaan hanya terkonsentrasi pada Injil Sinoptik saja, dan tidak di tempat lain. Orang menghitung bahwa kira-kira sepertiga dari pengajaran Yesus berisi perumpamaan.
Dalam bahasa Indonesia, kita menggunakan rumusan perumpamaan. Menurut kamus, kata ini berarti cara berumpama, perbandingan, atau ibarat. Dalam bahasa Inggris, kita menggunakan kata parable yang jelas berasal dari kata bahasa Yunani, yang merupakan bahasa asli Perjanjian Baru, yaitu parabole. Kata ini sebenarnya terdiri dari dua kata, yaitu para dan ballein. Secara harafiah, gabungan kedua kata itu mempunyai arti “menempatkan di samping” atau “menyejajarkan” untuk dibandingkan. Perhatikan di sini, bahwa gagasan tentang perbandingan rupanya menjadi inti dari sebuah perumpamaan. Dengan kata lain, perumpamaan menggunakan satu gambaran untuk menyampaikan sesuatu hal yang lain.
Meskipun Perjanjian Baru ditulis dalam bahasa Yunani, dunia yang digambarkan di dalamnya adalah dunia Yahudi, yaitu dunia tempat Yesus hidup. Konsep parabole yang dipakai dalam bahasa Yunani secara umum sebenarnya merupakan terjemahan dari kata Ibrani mashal (meshalim bentuk plural). Akan tetapi di dalam bahasa Ibrani, konsep mashal ini sebenarnya amat luas dan mencakup banyak hal. Selain apa yang lazimnya kita sebut sebagai bentuk perumpamaan (misal Mat 13,33; Mrk 4,30; Luk 15,3 dll), kata perumpamaan (parabole) juga dipakai untuk menyebut bentuk-bentuk yang lain, seperti :

a)  Teka-teki: “Tidak ada sesuatu pun dari luar, yang masuk ke dalam diri seseorang, dapat menajiskannya; tetapi hal-hal yang keluar dari dalam diri seseorang, itulah yang menajiskannya” (Mrk 7:15) dan pada ay. 17 dikatakan bahwa para murid bertanya tentang arti perumpamaan (parabole) itu.

b) Pepatah: “Tentu kamu akan mengatakan pepatah (parabole) ini kepada-Ku: Hai tabib, sembuhkanlah diri-Mu sendiri. Perbuatlah di sini juga, di tempat asal-Mu ini, segala yang kami dengar yang telah terjadi di Kapernaum!” (Luk 4:23)

c) Metafor: “Kamu adalah garam dunia... Kamu adalah terang dunia” (Mat 5:13)

d) Kiasan (similitude) : Ia menceritakan perumpamaan ini juga kepada mereka, “Hal Kerajaan Surga itu seumpama ragi yang diambil seorang perempuan dan diadukkan ke dalam tepung terigu sebanyak empat puluh liter sampai mengembang seluruhnya” (Mat 13:33)

e) Peribahasa: “Sebab siapa saja yang meninggikan diri, ia akan direndahkan dan siapa saja yang merendahkan diri, ia akan ditinggikan” (Luk 14:11)

Karena kata perumpamaan atau parabole mempunyai arti bermacam-macam, maka tidak mudah untuk menentukan berapa perumpamaan yang pernah dikatakan Yesus dalam Injil. Ada yang mengatakan sekitar tiga puluh perumpamaan. Tetapi jika dihitung juga bentuk sastra yang lain sebagaimana disebut di atas, maka jumlahnya bisa mencapai sekitar delapan puluh.

Mengapa Yesus Mengajar dengan Perumpamaan ?
Yesus menggunakan perumpamaan untuk memperjelas apa yang mau disampaikan kepada pendengar-Nya. Yesus bermaksud untuk mempermudah orang menangkap yang diajarkan, maka ‘bahan mentah’ perumpamaannya adalah hal yang amat sederhana, yang bisa ditangkap oleh para pendengar yang juga adalah sederhana. Dan, harus pula sadari bahwa di dalam dunia yang masih mengutamakan tradisi lisan, maka perumpamaan yang dipilih harus mudah diingat oleh pendengarnya. Cerita atau bahasa atau tokoh yang rumit jangan-jangan malah membuat orang mengalam kesulitan untuk mengingatnya.
Meskipun perumpamaan Yesus kebanyakan diambil dari peristiwa sehari-hari, tidak selalu gambaran yang muncul adalah gambaran kehidupan normal. Tidak jarang kita menemukan unsur melebih-lebihkan yang disengaja atau sikap yang tidak biasa. Seringkali sebuah perumpamaan justru menjungkirbalikkan situasi sehari-hari, sehingga orang harus memikirkan ulang dirinya. Justru dengan gambaran yang diekstrimkan seperti itu, orang tidak akan mudah melupakannya. Dengan cara itu, kontras semakin ditonjolkan. Sekaligus orang dihadapkan pada sebuah pilihan yang tak mungkin dihindarkan. Di dalam perumpamaan yang disampaikan Yesus, ada pertarungan dua sudut pandang : sudut pandang manusiawi dan sudut pandang ilahi. Konflik seperti ini menantang kita untuk secara serius melihat dan mengevaluasi diri kita dan menentukan apa yang mau kita buat.

Perumpamaan Yesus
Perumpamaan sebenarnya adalah sebuah perbandingan yang dipakai untuk menyampaikan pesan tertentu. Pesan apa yang sebenarnya mau disampaikan oleh Yesus? Yesus mau menyampaikan pengajaran tentang Kerajaan Allah. Akan tetapi, Kerajaan Allah mempunyai dimensi dan cakupan yang begitu kaya. Kekayaan ini jelas tidak bisa terungkap dalam satu pembicaraan, atau melalui satu perumpamaan. Oleh karena itu, tidak mengherankan bahwa di dalam pengajaran-Nya, Yesus menggunakan perumpamaan yang masing-masing memberikan tekanan atau menonjolkan aspek yang berbeda-beda pada dari Kerajaan Allah.
Paling tidak ada 4 (empat) karakteristik yang melekat pada perumpamaan yang disampaikan oleh Yesus:  
  •  Eskatologis: sebagaimana terumus dalam Mrk 1:15 “Saatnya telah genap; Kerajaan Allah sudah dekat. Bertobatlah dan percayalah kepada Injil!” Unsur kemendesakan begitu menonjol. Di hadapan warta Kerajaan Allah seperti itu orang tidak bisa menunda-nunda. Sekaranglah saatnya di mana orang harus membuat keputusan. Kata-kata Yesus, “Ikutlah Aku dan biarlah orang-orang mati menguburkan orang-orang mati mereka” (Mat 8:22), mengungkapkan kemendesakan ini. Bahkan sebuah keutamaan, yaitu memakamkan orang meninggal (bdk. Tob 1:17-18), harus ditinggalkan demi mengikuti Yesus. 
  • Eksistensial: perumpamaan Yesus menerangi atau menelanjangi eksistensi kita. Seperti disinggung di atas, perumpamaan Yesus mempunyai tiga tahapan, yaitu orientasi – disorientasi – reorientasi. Pertemuan antara keyakinan manusiawi dan ideologi ilahi mengungkapkan siapakah manusia itu atau sejauh mana nilai yang dianut oleh manusia itu. Perempuan lima gadis bijaksana dan lima gadis bodoh (Mat 25:1-13) mengajak kita untuk merenungkan dimana posisi kita saat ini. 
  • Etis: Perumpamaan Yesus juga menyangkut relasi dengan orang lain. Perumpamaan tentang biji sesawi (Mat 13:31-35) menggambarkan sesuatu yang agak berbeda. Dari biji sampai dengan pohon membutuhkan waktu – dan itu agak bertentangan dengan gagasan tentang kemendesakan datangnya Kerajaan Allah. Tetapi yang mau digarisbawahi dalam perumpamaan ini adalah kesediaan anggota Kerajaan Allah untuk bekerja melayani sesamanya. 
  • Injili: Akhirnya, jelas bahwa perumpamaan Yesus bersifat injili juga. Artinya, dimensi pewartaan agar semakin banyak orang terlibat dan bergabung dengan Kerajaan Allah merupakan salah satu dimensi yang bisa ditemukan dalam perumpamaan Yesus. Dengan membuat keputusan tentang diri pribadinya, orang mau tidak mau mengambil sikap terhadap pewartaan Kerajaan Allah.

Ada beberapa tema pokok dalam perumpamaan yang sebenarnya juga menjadi tema pokok dalam keseluruhan pengajaran Yesus.:

  • Kerajaan Allah : Sejak awal karya-Nya Yesus memberitakan datangnya Kerajaan Allah. Ia tidak pernah memberikan uraian tentang hal itu, tetapi menjelaskannya dalam berbagai perumpamaan. Kerajaan atau pemerintahan Allah itu diberikan oleh Allah sebagai karunia (Luk. 12:32), sesuatu yang tanpa jasa manusia diwariskan (Luk. 22:29). Hal ini digambarkan dengan perumpamaan tentang benih yang dengan sendirinya dan secara rahasia tumbuh (Mrk. 4:26-29), tentang ragi (Mat. 13:33 dst), tentang biji sesawi (Mat. 13:31-32), dan tentang seorang penabur Mrk. 4:1-9). Masuk ke dalam kerajaan itu merupakan jalan kasih karunia. Hal ini dikemukakan dalam perumpamaan tentang para pekerja di kebun anggur (Mat. 20:1-16). Manusia memperoleh keselamatan bukan karena kerja kerasnya. Allah menyelamatkan manusia bukan karena jasa manusia, melainkan karena Ia mengasihinya. Karena merupakan karunia dan ditegakkan hanya oleh Allah sendiri, manusia tidak dapat mempercepat atau memperlambat perwujudan Kerajaan Allah. Manusia hanya dapat menerima dan menyambut Kerajaan Allah sebagai seorang anak. Kerajaan itu milik anak-anak dan orang yang seperti anak-anak (Mrk. 10:14-15). Hanya orang yang menyambut kerajaan itu seperti seorang anak kecillah yang akan masuk ke dalamnya. Begitulah seharusnya orang-orang yang menyerahkan diri kepada kerajaan Allah. Sulit bagi seorang kaya untuk masuk kerajaan itu (Mrk. 10:23-25) karena orang yang bersandar pada kekuatannya sendiri tidak akan pernah benar-benar percaya kepada Allah. Kerajaan Allah memang berupa karunia, tetapi memiliki nilai yang paling tinggi. Karena itu, pantaslah bila manusia dengan gembira hati mengorbankan segala sesuatunya untuk menaklukkan diri padanya. Hal ini diilustrasikan dengan perumpamaan tentang harta yang ter-pendam dan mutiara yang berharga (Mat. 13:44-46).
  • Allah : Dalam berbagai kesempatan Yesus menyatakan bahwa Ia datang ke dunia untuk melakukan kehendak Allah. Ia pun selalu mengajak orang untuk dekat dengan Allah. Salah satu cara yang dilakukannya adalah dengan mengajak orang untuk memanggil Allah dengan sebutan “Bapa.” Tetapi, bagaimanakah sebenarnya sifat-sifat Allah itu? Dalam beberapa perumpamaan Yesus memperkenalkan Allah kepada para pendengar-Nya. Perumpamaan tentang yang hilang (Luk. 15) menggambarkan sikap Allah yang aktif mencari para pendosa dan menanti pertobatan mereka dengan tangan terbuka. Sejumlah perumpamaan yang bernuansa eskatologis dipakai untuk menggambarkan jati diri Allah sebagai Hakim. Allah maha pengampun dan menghendaki agar manusia saling mengampuni digambarkan pada perumpamaan tentang hamba yang jahat (Mat. 18:23-35). Mengenai Yesus, Injil Yohanes kaya dengan metafor untuk menggambarkan jati diri Yesus dan peranan-Nya, misalnya Yesus digambarkan sebagai: Air hidup, Roti hidup, Pokok anggur. Namun yang serupa dengan perumpamaan dapat kita temukan pada perumpamaan tentang Gembala yang baik (Yoh. 10:1-18) dan Anggur sejati (Yoh. 15:1-8). Allah itu murah hati, ia menyambut setiap orang yang mau menjadi anggota kerajaan-Nya, sekalipun tampaknya terlambat. Hal ini digambarkan dalam perumpamaan tentang para pekerja di kebun anggur (Mat. 20:1-16). Kemurahan hati Allah itu juga digambarkan dalam cerita tetang seorang yang meminta makanan pada malam hari pada sahabatnya (Luk. 11:5-8). Perumpamaan ini menekankan kesediaan Allah untuk mendengarkan doa-doa yang disampaikan kepada-Nya (Luk. 11:9). Senada dengan perumpamaan ini, perumpamaan tentang hakim yang tidak takut akan Allah memberikan gambaran tentang kemurahan hati Allah itu (Luk. 18:1-8).
  • Warga Kerajaan Allah : Yesus telah mewartakan datangnya Kerajaan Allah, banyak orang yang percaya kepada-Nya dan selalu mengikuti-Nya. Apa yang harus dilakukan oleh orang-orang yang menerima pemerintahan Allah dalam hidup mereka? Yesus mempergunakan berbagai perumpamaan untuk mengajarkan hal ini kepada orang-orang yang mendengarkan-Nya.

ü  Bertobat : Untuk menyambut kedatangan Kerajaan Allah, orang harus bertobat. Dalam berbagai perumpamaan Yesus mengajarkan bagaimana orang harus bertobat. Selain mengungkapkan kemurahan hati Allah, perumpamaan tentang anak yang hilang juga menekankan pentingnya pertobatan. Dalam pertobatan itu orang harus mengakui kesalahan dan kebodohannya lalu bersedia untuk mengubah cara hidupnya dan kembali kepada Allah. Walaupun tidak menyenangkan dan bisa membuat dirinya malu, orang harus bertobat karena hanya dengan keberanian itu roang dapat menerima allah dan dapat hidup menurut kehendak dan kuasa Allah. Lewat perumpamaan tentang orang Farisi dan pemungut cukai yang berdoa di Bait Allah (Luk. 18:9-14) Yesus mengajarkan pertobatan sebagai sikap yang benar di hadapan Allah. Orang yang berani mengakui dosanya dan datang kepada Allah tanpa kesombongan rohani apa pun diterima dan dipandang benar oleh Allah. Mereka yang mau bertobat harus yakin bahwa Allah akan menerima dan mengampuni mereka karena Dia adalah bapa yang murah hati, yang bersedia menerima kembali anak-Nya yang hilang.
     >  Mengampuni : Karena Allah sendiri telah mengampuni dosa dan kesalahannya, orang yang telah menerima pengampunan itu harus mengampuni sesamanya. Pengampunan yang telah diterimanya dari Allah itu jauh lebih besar daripada pengampunan yang seharusnya ia berikan kepada orang lain yang bersalah kepadanya. Sehingga tidak masuk akal bila ia tidak mau mengampuni orang lain. Yesus menegaskan hal ini dalam perumpamaan tentang hamba yang berhutang (Mat. 18:21-35).
     > Rendah hati : Yesus memakai beberapa perumpamaan mengajarkan kerendahan hati di hadapan sesama dan Tuhan. Perumpamaan dalam Luk. 14:7-11 diawali dengan: Karena Yesus melihat, bahwa tamu-tamu berusaha menduduki tempat-tempat kehormatan, Ia mengatakan perumpamaan ini kepada mereka:... Yesus mengingatkan para pendengar agar jangan suka mencari kehormatan diri. Contoh lainnya adalah perumpamaan tentang doa yang diawali dengan: Dan kepada beberapa orang yang menganggap dirinya benar dan memandang rendah semua orang lain, Yesus mengatakan perumpamaan ini: ....” (Luk. 18:8-14). Agar para murid tidak cenderung mencari pujian ketika melakukan perbuatan baik, Yesus mengambil perumpamaan tentang tuan dan hamba yang diakhiri dengan nasihat: “Demikian jugalah kamu. Apabila kamu telah melakukan segala sesuatu yang ditugaskan kepadamu, hendaklah kamu berkata: Kami adalah hamba-hamba yang tidak berguna; kami hanya melakukan apa yang kami harus lakukan.” (Luk. 17:10).
    > Mempergunakan anugerah : Dalam perumpamaan tentang talenta Yesus mengajarkan bahwa mereka pun harus mempergunakan semua yang diberikan kepada Allah dengan sebaik-baiknya (Mat. 25:14-30). Semua itu telah dipercayakan Allah kepada kita karena Ia percaya bahwa kita dapat mengembangkannya. Pada waktunya Allah akan meminta pertanggungjawaban atas semua yang telah dipercayakan-Nya kepada kita itu.
     >  Mengasihi : Orang yang telah menjadi anggota Kerajaan Allah akan mengasihi orang lain, seperti Allah telah mengasihi semua manusia. Kasihnya tidak akan terbatas pada orang-orang yang telah mengasihinya atau yang dapat membalas kasihnya. Allahlah yang harus menjadi “model” untuk mengasihi. Ia bermurah hati kepada semua orang. Ia memberikan hujan tidak hanya kepada orang benar, tetapi juga kepada orang yang tidak benar (Mat. 5:44-45). Ia pun akan mengasihi Allah yang hadir dalam kehidupan nyata, seperti Allah telah mengasihinya. Yang menjadi ukuran dalam pengadilan Allah adalah perbuatan yang dilakukan oleh seseorang terhadap Allah selama ia hidup di dunia ini (Mat. 25:31-46). Allah hadir dalam diri orang-orang yang menderita dan kekurangan. Apa pun yang dilakukan terhadap mereka sebenarnya dilakukan terhadap Allah sendiri.
    > Selalu berjaga-jaga : Ada sejumlah perumpamaan Yesus yang berbicara tentang akhir zaman. Perumpamaan yang bertema eskatologi ini bertujuan untuk mengingatkan para pendengar agar mengambil sikap yang benar untuk menghadapi akhir zaman. Para murid hendaknya senantiasa berjaga-jaga karena mereka tidak tahu kapan akhir zaman tiba (Mrk. 13:34-36; Luk. 12:35-38; Mat. 24:42-44//Luk. 12:39-40; Mat. 24:45-51//12:42-46; Mat. 25:1-13; Luk. 12:13-21), pada akhir zaman akan terjadi pemisahan antara orang yang baik dan yang jahat (Mat. 7:16-20; 13:47-50; 13:24-30.36-43 Mat. 25:31-46). Dengan perumpamaan-perumpamaan tersebut Yesus mengajak umat untuk menghayati kehidupan di dunia ini dengan perspektif akhir zaman dan kehidupan kekal. Hidup di dunia ini hanya sementara, oleh karena itu semuanya hendaknya berjaga-jaga untuk menghadapi pengadilan terakhir.

Membaca Perumpamaan
Jelas bahwa perumpamaan tidak dimaksudkan untuk mengajar kita secara langsung. Perumpamaan hanya mau membongkar keyakinan pribadi yang tadinya dipegang erat-erat dan kemudian membangunnya kembali dengan menggunakan arahan yang berbeda. Di dalam sebuah perumpamaan, orang dipaksa mengambil sikap yang sesuai.
Bagaimana sebaiknya kita memahami sebuah perumpamaan. Kalau mau sedikit petunjuk untuk membaca perumpamaan, bolehlah langkah-langkah berikut diperhatikan:
1.      Membaca berulang-ulang dengan cermat perumpamaan yang akan kita bahas.
Kita juga perlu menganalisa konteks dekat dari perumpamaan tersebut di dalam Injil. Misalnya, dalam rangka apa Yesus mengisahkan perumpamaan tersebut. Setelah itu, kita bisa mencoba menemukan plot (alur) dari ceritanya, mengamati tokoh-tokohnya serta peranan mereka di dalam cerita. Jangan lupa mencatat (mengamati) sejumlah kata-kata penting yang menentukan alur cerita. Sebagai contohnya, kita dapat mengamati perumpamaan tentang anak yang hilang (Luk. 15:11-32). Kata-kata dari bapanya mempunyai makna penting, yaitu sebagai pertanda bahwa bapa tersebut menerima kembali anaknya sebagai anak (bukan sebagai hamba). Kesan ini tampak dari perintah sang bapa kepada para hambanya agar mengambilkan pakaian, cincin, sepatu, dan agar mereka menyembelih lembu yang tambun.
2.      Mencoba mencari tahu latar belakang dari perumpamaan.
Sebagai contoh, berkaitan dengan perumpamaan tentang orang Samaria yang baik hati (Luk. 10:25-37), ada beberapa latar belakang situasi dan kondisi waktu itu yang perlu kita pahami. Misalnya, perseteruan antara orang Samaria dan orang Yahudi, alasan imam dan Lewi yang tidak mau menolong, kekhasan dari jalan dari Yerikho ke Yerusalem. Sistem sosial-religius masyarakat Yahudi zaman Yesus perlu pula kita ketahui. Kita perlu tahu misalnya siapakah itu orang Farisi, Saduki, pemungut cukai, dan sebagainya. Dengan begitu kita dapat memahami secara lebih baik perumpamaan yang berkaitan dengan mereka.
3.      Menelaah perumpamaan dalam konteks pelayanan publik Yesus.
Siapakah pendengar Yesus waktu itu? Situasi dan kondisi pendengar perumpamaan pada zaman Yesus berlainan dengan situasi dan kondisi kita saat ini. Kita tidak punya kepekaan lagi tentang permusuhan antara orang Yahudi dengan orang Samaria. Bagi orang Yahudi yang waktu itu mendengar perumpamaan tentang orang Samaria yang baik hati, pasti terasa adanya sindiran yang lebih kuat dan jelas dibandingkan dengan apa yang sekarang kita rasakan. Contoh lainnya, konsep mengampuni musuh adalah konsep baru yang ditawarkan oleh Yesus kepada para pendengar-Nya waktu itu.
4.      Mengamati bagaimana perumpamaan tersebut menjadi sarana pewartaan yang dibawa oleh Yesus.
Jangan kita lupakan perlunya menafsirkan perumpamaan dalam kaitannya dengan pewartaan Yesus tentang Kerajaan Surga dan karya-karya mujizat-Nya. Dengan demikian, perumpamaan bukan hanya sebuah narasi sederhana, melainkan merupakan bagian dari cara pandang Yesus terhadap Allah, umat manusia, keselamatan, dan zaman baru yang dimaklumkan dengan kehadiran-Nya di dunia ini. Semua perumpamaan tentu sudah dirancang sedemikian rupa untuk memperjelas pokok-pokok pewartaan yang dibawa oleh Yesus. Dari macam-macam perumpamaan yang ada dalam Injil, kita juga dapat melihat pandangan teologis penginjil. Sebagai contoh, dari perumpamaan-perumpamaan yang terdapat dalam Lukas, kita dapat mengatakan bahwa Lukas mempunyai minat khusus pada karya keselamatan Allah, doa, penggunaan harta benda secara benar, serta perhatian pada kaum miskin dan tertindas.
5.      Refleksi atas hidup kita.
Setelah memahami perumpamaan dengan teliti dan menemukan pesan pokoknya, kita kemudian dapat melangkah ke tahap selanjutnya, yaitu refleksi atas hidup kita. Perumpamaan yang baru saja kita bahas itu punya makna apa bagi hidup kita. Perumpamaan Yesus harus dipahami dengan iman akan Dia. Jika tidak ada iman kepada-Nya, pesan dari perumpamaan tidak akan dapat dipahami dengan benar. Yesus menyadari hal itu, oleh karena itu Dia tahu bahwa banyak orang mendengar perumpamaan-Nya tetapi tidak mampu memahaminya karena tidak ada iman pada-Nya.

Daftar Perumpamaan Yesus

Markus
Matius
Lukas
PERUMPAMAAN TENTANG DOA
Hal pengabulan doa

7:9-11
11:11-13
Sahabat yang datang tengah malam


11:5-8
Orang Farisi dan pemungut cukai


18:9-14
Hakim yang tak benar


18:1-8
MENJADI PENDENGAR DAN PELAKSANA SABDA
Rumah di atas batu dan pasir

7:24-27
6:47-49
Dua orang anak

21:28-32

Penabur benih
4:1-9, 13-20
13:1-9
8:4-8.11-15
Hamba yang rendah hati


17:7-10
ESKATOLOGI (Akhir zaman)
Nasihat berjaga-jaga
13:34-36

12:35-38
Pencuri di waktu malam

24:42-44
12:39-40
Hamba yang setia dan tidak setia

24:45-51
12:42-46
Orang kaya yang bodoh          


12:13-21
Domba dan kambing  


25:31-46
SIKAP DAN PERWUJUDAN IMAN YANG BENAR
Tentang puasa             
2:19-20
9:15
5:33-39
Pohon baik dan tidak baik      

7:16-20

Secarik kain dan anggur baru  
2:21-22
9:16-17
5:36-39
Dua macam jalan        

7:13-14
13:23-27
Pelita dan ukuran        
4:21-25

8:16-18
Pohon ara                   
13:28-32
24:32-36
21:29-33
Membangun menara   

14:28-30

Raja yang maju perang


14:31-33
Bendahara yang tidak jujur


16:1-9
Orang kaya dan Lazarus yang miskin


16:19-31
Pohon ara yang tidak berbuah


13:6-9
KERAJAAN ALLAH
Benih yang tumbuh diam-diam
4:26-29

13:18-19
Biji sesawi
4:30-32
13:31-32

Pukat              

13:47-50

Lalang di ladang gandum

13:24-30,36-43

Harta terpendam

13:44

Mutiara yang indah     

13:45-46

Pesta perkawinan

22:1-14
14:15-24
Ragi    

13:33
13:20-21
Orang upahan di kebun anggur

20:1-16

Gadis bijak dan gadis bodoh

25:1-13

Talenta

25:14-30
19:11-27
KASIH DAN PENGAMPUNAN
Domba yang hilang

18:12-14
15:1-7
Domba yang hilang


15:1-7
Dirham yang hilang


15:8-10
Anak yang hilang


15:11-32
Hamba yang jahat

18:23-35

Dua orang yang berhutang


7:41-50
Orang Samaria yang baik hati


10:25-37
SIKAP PENOLAKAN TERHADAP YESUS
Tentang Beelzebul
3:22-27
12:29-30
11:21-23
Penggarap kebun anggur
12:1-12
21:33-46
20:9-19
PERUMPAMAAN TENTANG DIRI YESUS
Gembala yang baik
Yoh. 10:1-18 (bdk. Mat. 18:12-14; Luk. 15:1-7)
Anggur yang sejati
Yoh. 15:1-8