Santo Agustinus pernah mengalami
keseganan yang sangat saat membaca Kitab Suci. Mengapa ? Ia mengalami frustasi
ketika mencoba membaca Kitab Suci yang asing baginya. Baginya Kitab Suci aneh
dan tidak karuan, bahkan bodoh dan kasar! Padahal Santo Agustinus bukanlah
orang bodoh. Ia sangat pandai dan ambisius. Nah, ternyata orang macam Santo
Agustinus bisa mengalami kelesuan dan frustasi dalam membaca Kitab Suci,
Ternyata persoalannya bukan pada kepandaian yang membuat seseorang “sulit”
membaca Kitab Suci sehingga “alergi” terhadapnya. Jangan-jangan pendapat yang
mengatakan Kitab Suci itu sulit tidak berasal dari pengalaman pribadi (setelah
membaca sendiri lalu mengatakan bahwa Kitab Suci itu sulit), melainkan berasal
dari komentar-komentar orang yang begitu saja diambil alih. Belum mencoba
membaca sudah mengatakan sulit! Lalu kalau begitu apa persoalannya ?
Ada baiknya kita memahami dulu dua
istilah berbeda, yaitu : “tahu membaca” Kitab Suci dan “membaca”
Kitab Suci. “Tahu membaca” berarti melek huruf. Asal orang tidak buta huruf pasti “tahu membaca”. Sedangkan, “membaca” berarti orang tidak
sekedar melek huruf sehingga ia berusaha untuk mengerti apa yang ia baca. Karena
sekarang ini praktis tidak ada
orang yang buta huruf, yang menjadi persoalannya adalah
“membaca”. Cukup banyak orang yang “tahu membaca” tetapi enggan “membaca”. Setelah
kita tahu persoalannya, bagaimana orang yang “tahu membaca” mau “membaca” dan
membiasakan diri “membaca” Kitab Suci ?
Sebelum kita sampai kepada “resep”
membiasakan diri membaca Kitab Suci, ada satu hal penting yang perlu diperhatikan.
Kitab Suci harus dibaca dengan motivasi (disposisi) yang tepat. Jika kita
membaca Kitab Suci untuk mengetahui seluruh isinya, untuk mengerti
segala-galanya yang muncul di dalamnya berarti motivasinya tidak/kurang tepat.
Membaca Kitab Suci bukan untuk menjadi ahli Kitab Suci! Motivasi yang tepat
dalam membaca Kitab Suci adalah memperhatikan Allah sebagai tokoh utamanya,
manusia pada umumnya (bukan diri sendiri saja), lalu merenungkan relasi antara
Allah dan manusia. Motivasi yang tepat akan membuat kita mengetahui apa yang
dikehendaki Allah (pola Allah) dan apa yang tidak dikehendaki Allah (pola bukan
Allah).
Setelah kita mengetahui motivasi yang
tepat, lalu apa “resep”-nya ? “Resep”-nya sederhana seperti dahulu pernah
didengar dan dilakukan oleh Santo Agustinus : Tolle, lege! Tolle lege!, yang artinya : Ambillah dan bacalah!
Agustinus mengalami sesuatu yang luar biasa ketika ia mempraktekkan “resep”
itu. Ia mulai paham dan lama-kelamaan menyadari bahwa motivasinya membaca Kitab
Suci adalah tidak tepat. Santa Monika, ibunya yang sederhana, jauh lebih mampu
membaca Kitab Suci daripada Agustinus yang pandai. Monika membaca Kitab Suci
dengan motivasi yang tepat.
Ketika seseorang mulai dari “Ambillah
dan bacalah!” maka ia mulai bertekun dalam membaca Kitab suci, meski pada
awalnya ia belum tentu mendapat pengertian. Lama-kelamaan ia akan maju tahap
demi tahap dan mulai mengerti. Tuhan akan membimbingnya sehingga ia akan
semakin mengerti. Mengerti apa ? Tentu saja, pola Allah. Jadi, “mengerti” Kitab
Suci memampukan orang untuk belajar menangkap pola hidup yang dikehendaki
Allah, bukan tahu segala-galanya. Dan ketika ia mulai mengerti maka ia akan
menikmati, bukan sekedar mencari informasi. Menikmati adalah awal seseorang
mencintai Kitab Suci. Mencintai Kitab Suci berarti mencintai Tuhan yang
bersabda.
“Resep” bagi seseorang yang mau membaca
Kitab Suci sudah diketahui. Nah, supaya “masakan” membaca Kitab Suci bertambah
nikmat, bolehlah ditunjang beberapa hal teknis berikut :
- Bacalah dengan serius dan sangat teliti. Banyak hal yang nampaknya kurang penting, jika dibaca dengan sangat teliti justru menjadi amat penting. Misalnya, perhatikan kata-kata yang dipakai, pengulangan-pengulangan, apa yang dikatakan dan dilakukan tokoh tertentu, dan sebagainya.
- Sediakan waktu untuk hening untuk merenungkan dan membiarkan Tuhan bersabda melalui bacaan Kitab Suci. Bahkan t dilaksanakan sesudah bacaan pertama, sesudah bacaan kedua, dan sesudah homili.” Tapi sayangnya dalam Perayaan Ekaristi, setelah bacaan Kitab Suci kesempatan hening menjadi saat langka!.
- Jangan malu bertanya kepada yang lebih mampu apabila ada teks yang sulit dipahami.
- Sempatkanlah membaca buku-buku yang menambah pengetahuan tentang Kitab Suci.
- Sempatkanlah membaca Kitab Suci secara berkelompok (sangat efektif dalam jumlah yang tidak terlalu banyak) sehingga kita semakin kaya akan pemahaman apa yang kita baca.
Akhir kata, “resep” sudah disajikan.
Tinggal bagaimana mempraktekkannya agar kita dapat “mengecap” betapa manisnya
Tuhan. Yakinlah bahwa Tuhan pasti akan membimbing orang yang sungguh-sungguh memiliki
minat dan kehendak membaca Kitab Suci. Karena isi Kitab Suci adalah sabda-Nya,
mungkinkah Tuhan bersabda dan tidak menolong orang untuk memahami sabda-Nya itu
? “Rumput menjadi kering, bunga menjadi
layu, tetapi firman Allah kita tetap untuk selama-lamanya” (Yes 40:8).
Selanjutnya, silahkan dilanjutkan dengan membuka Kitab Suci kita masing-masing.
Semoga kita semakin bertekun membaca Kitab Suci.