Social Icons

EKARISTI DALAM KITAB SUCI


Ekaristi dengan jelas berakar dalam Injil. Empat kali dikisahkan saat Yesus mengadakannya untuk pertama kali pada malam sebelum wafat-Nya, dalam ketiga Injil, dan ... bukan dalam Injil Yohanes melainkan dalam surat pertama Paulus kepada umat di Korintus. Baiklah kita mulai dengan melihat sinopsis keempat teks itu.


Mat 26:26-28
Mrk 14:22-24
Luk 22:19-20
1Kor 11:23-25
26Dan ketika mereka sedang makan, Yesus mengambil roti, mengucap berkat,


memecah-mecahkannya lalu memberikannya kepada murid-murid-Nya dan berkata: "Ambillah, makanlah,

inilah tubuh-Ku."
22Dan ketika Yesus dan murid-murid-Nya sedang makan, Yesus mengambil roti, mengucap berkat,

memecah-mecahkannya lalu memberikannya kepada mereka dan berkata: "Ambillah,


inilah tubuh-Ku."
19Lalu Ia


mengambil roti, mengucap syukur,

memecah-mecahkannya dan memberikannya kepada mereka, kata-Nya:


"Inilah tubuh-Ku yang diserahkan bagi kamu; perbuatlah ini menjadi peringatan akan Aku."
23Tuhan Yesus, pada malam waktu Ia diserahkan, mengambil roti 24dan sesudah itu Ia mengucap syukur atasnya; Ia memecah-mecahkannya

 

dan berkata:


"Inilah tubuh-Ku, yang diserahkan bagi kamu; perbuatlah ini menjadi peringatan akan Aku!"
27Sesudah itu Ia mengambil cawan, mengucap syukur lalu memberikannya kepada mereka dan berkata: "Minumlah, kamu semua, dari cawan ini.

28Sebab inilah darah-Ku, darah perjanjian, yang ditumpahkan bagi banyak orang untuk pengampunan dosa.
23Sesudah itu Ia mengambil cawan, mengucap syukur lalu memberikannya kepada mereka, dan mereka semuanya minum dari cawan itu.

24Dan Ia berkata kepada mereka: "Inilah darah-Ku, darah perjanjian, yang ditumpahkan bagi banyak orang.
20Demikian juga dibuat-Nya dengan cawan sesudah makan;

 



Ia berkata:

"Cawan ini adalah perjanjian baru oleh darah-Ku, yang ditumpahkan bagi kamu.
25Demikian juga Ia mengambil cawan, sesudah makan,





lalu berkata:

"Cawan ini adalah perjanjian baru yang dimeteraikan oleh darah-Ku; perbuatlah ini, setiap kali kamu meminumnya, menjadi peringatan akan Aku!"

Dari sinopsis ini jelaslah bahwa versi Matius sangat dekat dengan Markus, dan versi Lukas dekat dengan 1Kor 11. Dari sinopsis ini jelas juga bahwa kata-kata konsekrasi dalam liturgi Gereja Katolik menggunakan suatu rumus gabungan dari pelbagai versi yang ada. Kata-kata atas roti mengikuti Lukas dan Korintus, sedangkan kata-kata atas cawan mengikuti Matius (Markus) dengan pelengkap dari Korintus (Lukas).

Perjamuan perpisahan Yesus dan murid-murid merupakan perjamuan sekelompok orang Yahudi yang hidup dari tradisi yang lama. Tradisi yang melatarbelakangi perjamuan itu menurut ketiga Injil sinoptik adalah perjamuan Paskah Yahudi (bdk. Mrk 14:12-16 dan paralelnya). Selain itu perjamuan Yesus juga mengacu kepada perjanjian Allah dengan umat Israel. Maka perlulah kita mengenali dahulu baik perjamuan Paskah maupun perjamuan perjanjian dalam Perjanjian Lama.

A. AKAR EKARISTI DALAM PERJANJIAN LAMA
Uraian di bawah ini akan berfokus pada dua teks dalam Alkitab Ibrani, yakni Kel 12 tentang perjamuan Paskah, dan Kel 24 tentang perjamuan Perjanjian.

1. Perjamuan Paskah Yahudi (Kel 12)
Bagaimana orang-orang Yahudi merayakan Paskah pada masa Yesus? Lima abad sebelum Yesus para imam Israel (Priest) telah mencatatnya dengan teliti dalam Keluaran 12:2-13 yang menyajikan petunjuk yang rinci tentang cara mempersiapkan dan mengadakannya. Setelah menjelaskan waktu perayaan, jenis anak domba, dan besarnya keluarga yang harus berkumpul untuk makan, teks melanjutkan:

6Kamu harus mengurungnya sampai hari yang keempat belas bulan ini; lalu seluruh jemaah Israel yang berkumpul, harus menyembelihnya pada waktu senja. 7Kemudian dari darahnya haruslah diambil sedikit dan dibubuhkan pada kedua tiang pintu dan pada ambang atas, pada rumah-rumah di mana orang memakannya. 8Dagingnya harus dimakan mereka pada malam itu juga; yang dipanggang mereka harus makan dengan roti yang tidak beragi beserta sayur pahit. 9Janganlah kamu memakannya mentah atau direbus dalam air; hanya dipanggang di api, lengkap dengan kepalanya dan betisnya dan isi perutnya. 10Janganlah kamu tinggalkan apa-apa dari daging itu sampai pagi; apa yang tinggal sampai pagi kamu bakarlah habis dengan api. 11Dan beginilah kamu memakannya: pinggangmu berikat, kasut pada kakimu dan tongkat di tanganmu; buru-burulah kamu memakannya; itulah Paskah bagi TUHAN. 12Sebab pada malam ini Aku akan menjalani tanah Mesir, dan semua anak sulung, dari anak manusia sampai anak binatang, akan Kubunuh, dan kepada semua allah di Mesir akan Kujatuhkan hukuman, Akulah, TUHAN. 13Dan darah itu menjadi tanda bagimu pada rumah-rumah di mana kamu tinggal: Apabila Aku melihat darah itu, maka Aku akan lewat dari pada kamu. Jadi tidak akan ada tulah kemusnahan di tengah-tengah kamu, apabila Aku menghukum tanah Mesir.

Pada waktu senja tanggal 14 bulan Nisan seluruh jemaat harus berkumpul dalam Bait Allah [Mengapa dalam Baik Allah di Yerusalem? Pada akhir masa kerajaan sebuah mazhab yang disebut Deuteronomis (ala kitab Ulangan) berjuang melawan sinkretisme agama di tempat-tempat suci lokal di mana ibadat persembahan untuk YHWH dicampuradukkan dengan ibadat kepada dewa Baal. Untuk memberantas sinkretisme itu ditetapkan bahwa semua korban hanya boleh dipersembahkan di dalam Bait Allah di Yerusalem (bdk Ul 12-16). Sentralisasi ibadat itu membawa konsekuensi besar untuk perayaan Paskah yang selama itu selalu dirayakan dalam keluarga di kampung masing-masing. Karena penyembelihan domba Paskah termasuk korban sembelihan, maka domba itu tidak lagi boleh disembelih di sembarangan tempat, melainkan hanya di Bait Allah (Ul 16:2,5-6). Sejak masa itu pesta Paskah berubah menjadi pesta ziarah, sama seperti perayaan Tujuh Minggu (Pentakosta) dan Pondok Daun] untuk penyembelihan anak domba (ayat 6). Leher domba dipotong oleh seorang imam dan darah ditampung, sebagian untuk dituangkan atas mezbah, sebagiannya untuk dibawa pulang ke rumah (penginapan) dan dioles pada tiang pintu (ayat 7) untuk mengenang penyelamatan di rumah perbudakan (ayat 12-13).

Anak domba yang disembelih dibawa pulang juga, dan dipanggang (cara para nomade Israel kuno mempersiapkan daging!). Daging itu dimakan bersama roti tak beragi (roti para nomade, yang selanjutnya mengingatkan akan roti pengungsian yang terburu-buru, Kel 12:34,39) dan sayuran pahit (sayuran kaum nomade, yang selanjutnya menjadi lambang kepahitan perbudakan). Domba itu mesti dimakan sampai habis oleh keluarga yang cukup besar, atau dua keluarga bersama. Mereka memakannya sambil berdiri, siap untuk berangkat. Berbeda dengan petunjuk pesta yang lebih kuno dalam Kel. 12:21-27, dalam petunjuk para imam ini tekanan jelas terletak pada perjamuan.

Dalam perjamuan Paskah itu, dalam percakapan keluarga, antara orang tua dan anak-anak, maksud perjamuan itu menjadi jelas. Perjamuan ini merupakan peringatan (zikkaron, ayat 14) yang mengaktualkan kembali peristiwa pembebasan dari perbudakan. Teks yang menjadi bahan percakapan keluarga itu adalah Ul 6: 20-24.

20Apabila di kemudian hari anakmu bertanya kepadamu: Apakah peringatan, ketetapan dan peraturan itu, yang diperintahkan kepadamu oleh TUHAN Allah kita? 21maka haruslah engkau menjawab anakmu itu: Kita dahulu adalah budak Firaun di Mesir, tetapi TUHAN membawa kita keluar dari Mesir dengan tangan yang kuat. 22TUHAN membuat tanda-tanda dan mujizat-mujizat, yang besar dan yang mencelakakan, terhadap Mesir, terhadap Firaun dan seisi rumahnya, di depan mata kita; 23tetapi kita dibawa-Nya keluar dari sana, supaya kita dapat dibawa-Nya masuk untuk memberikan kepada kita negeri yang telah dijanjikan-Nya dengan sumpah kepada nenek moyang kita.

Jawaban yang diberikan atas pertanyaan anak berupa cerita tentang karya penyelamatan Tuhan. Perhatikan bagaimana peristiwa bersejarah yang menyelamatkan itu 'dikinikan'. "Kita adalah budak Firaun... Tuhan membawa kita keluar dari Mesir". Keluarga yang merayakan Paskah sendiri hadir dalam peristiwa pembebasan. Mereka semua mengalaminya".

Yesus pun merayakan Paskah sebagai aktualisasi pembebasan dari perbudakan. Untuk itu Yesus dan murid-murid-Nya berziarah dari Galilea ke Yerusalem (Yoh 2:13, 11:55). Kedua murid yang menurut injil-injil sinoptik disuruh oleh Yesus untuk mempersiapkan perjamuan Paskah, mesti diandaikan terlebih dahulu membawa seekor anak domba ke Bait Allah untuk disembelih sebagai korban Paskah. Lalu mereka mempersiapkannya menurut peraturan Kel 12, dipanggang, dengan roti tak beragi dan sayuran pahit. Yesus dan murid-murid memakan perjamuan Paskah itu di kota, di sebuah ruangan yang disewakan.

Tetapi dalam cerita injil tentang perjamuan Paskah Yesus terlihat beberapa hal baru: mereka tidak lagi memakannya sambil berdiri, siap untuk berangkat (seperti dalam Kel 12:11), melainkan berbaring di atas bangku-bangku, sesuai dengan kebiasaan perjamuan pesta Romawi. Dan mereka juga minum anggur, minuman kegembiraan dan pesta di seluruh wilayah sekitar Laut Tengah sejak masa Helenis. Empat kali dalam perayaan Paska diangkat piala anggur sebagai ungkapan kegembiraan atas pembebasan.

Perubahan yang paling penting adalah arti baru yang menurut injil-injil sinoptik diberikan Yesus kepada perjamuan Paskah ini. Roti yang tidak beragi lazim dipecah-pecahkan dan diedarkan oleh bapak keluarga dengan kata-kata berkat: "Terpujilah Engkau, ya Tuhan Allah kami, Raja semesta alam, yang mengaruniakan roti yang dihasilkan dari tanah". Tetapi Yesus memecahkannya dan membagikannya kepada murid-murid dengan menambah kata-kata: "Inilah tubuh-Ku yang diserahkan bagi kamu". Ia memaknakan roti-tak beragi itu sebagai tubuh-Nya sendiri yang keesokan hari akan diserahkan di Golgota; lalu Ia menyuruh murid-murid untuk memakannya agar mendapat bagian dalam keselamatan yang diperoleh dengan kematian-Nya itu. Dan piala anggur dibagikan-Nya bukan hanya dengan kata-kata berkat lazim: "Terpujilah Engkau, Ya Tuhan Allah kami, Raja semesta alam, Pencipta buah-buah anggur", tetapi menambah: "Cawan ini adalah perjanjian baru dalam darah-Ku, yang ditumpahkan bagi kamu". Yesus mengartikan anggur itu sebagai darah-Nya sendiri yang keesokan hari akan ditumpahkan di salib untuk pengampunan dosa dan untuk membuka hubungan baru, perjanjian baru, antara Allah dengan manusia.

Orang-orang kristen perdana meneruskan perjamuan Yesus itu dengan mengucapkan kata-kata yang sama ketika memecahkan roti dan mengedarkan piala anggur di rumah-rumah mereka, akan tetapi tanpa menyembelih dan memakan anak domba. Bukan hanya karena mereka melakukannya pula lepas dari Hari Raya Paskah, tetapi juga karena Kristuslah domba Paskah mereka (1Kor 5:7), yang sudah disembelih satu kali untuk selamanya.

Di atas sudah dikatakan bahwa Perayaan Paskah Yahudi ini disebut hari peringatan (zikkaron, ayat 14). Maksudnya bukanlah bahwa orang ingat akan peristiwa masa lampau yang sudah lewat. Bagi orang Yahudi kata peringatan mempunyai arti yang dinamis dan aktual. Peringatan berarti menghadirkan peristiwa penyelamatan Tuhan, kini dan di sini. Orang yang mengambil bagian dalam pesta peringatan itu, pada saat perayaan itu juga turut mengalami karya keselamatan Tuhan. Sambil merayakannya bersama anak-anak mereka, mereka tidak cuma mengenangkan penyelamatan nenek moyang mereka, tetapi berkata: "Tuhan membuat ini bagiku pada waktu aku keluar dari Mesir" (Kel 13:8); "Tuhan menyelamatkan rumah-rumah kita" (Kel 12:27).

Peringatan dalam arti aktualisasi juga dimaksudkan oleh Yesus, ketika Ia menambah: "Lakukanlah ini sebagai peringatan akan Daku" (Luk 22:19, 1Kor 11:24). Apabila kita memecah-mecahkan roti dan makan Tubuh Kristus, kita memperingati, artinya menghadirkan tindakan penyelamatan-Nya dan turut terlibat serta mengalami buahnya pada saat itu juga. Pertentangan tradisional antara pandangan Protestan tentang perjamuan kudus sebagai peringatan dan pandangan Katolik tentang perjamuan ekaristi sebagai kehadiran nyata merupakan suatu pertentangan semu yang sesungguhnya dapat diatasi kalau kita bertolak dari arti kata Ibrani zikkaron.

2. Perjamuan Perjanjian (Kel 24)
Perjamuan perpisahan Yesus tidak hanya disajikan sebagai perjamuan Paskah Yahudi tetapi juga dikaitkan dengan gagasan Perjanjian. "Cawan ini adalah perjanjian baru oleh darah-Ku" (Luk 22:20, 1Kor 11:25), "darah perjanjian" (Mrk 14:24, Mat 26:28). Kata-kata ini berakar dalam upacara pengikatan perjanjian Sinai (Keluaran 24).

Perjanjian Tuhan dengan umat Israel diresmikan dalam sebuah upacara meriah. Bentuk upacara dan juga tempatnya tampak kompleks, karena di sini digabungkan dua tradisi atau kisah yang berlainan tentang upacara pengikatan Perjanjian (Kel. 24:1-11 agaknya berlatar belakang dua macam ibadat pembaharuan perjanjian yang pernah diadakan di lingkungan yang berlainan, ayat 3-8 mungkin dari tradisi Elohis (Sikhem?), dan ayat 1-2 dan 9-11 dari lingkungan lain): sebuah upacara dengan kitab dan percikan darah, dengan seluruh bangsa di kaki gunung (ayat 3-8), dan sebuah upacara berupa perjamuan Perjanjian dengan wakil-wakil bangsa di atas gunung (ay 9-11). Yang terakhir ini sudah mulai disiapkan dalam ayat 1-2, sehingga perjamuan dalam ayat 9-11 itu tidak terasa sebagai tambahan saja, tetapi sebagai tujuan semula dan puncak dari upacara dengan kitab dan darah di kaki gunung dalam ayat 3-8.

Pengikatan Perjanjian dalam ayat 3-8 merupakan upacara liturgis yang kaya akan lambang-lambang yang mengungkapkan makna Perjanjian.

3Lalu datanglah Musa dan memberitahukan kepada bangsa itu segala firman TUHAN dan segala peraturan itu, maka seluruh bangsa itu menjawab serentak: "Segala firman yang telah diucapkan TUHAN itu, akan kami lakukan." 4Lalu Musa menuliskan segala firman TUHAN itu. Keesokan harinya pagi-pagi didirikannyalah mezbah di kaki gunung itu, dengan dua belas tugu sesuai dengan kedua belas suku Israel. 5Kemudian disuruhnyalah orang-orang muda dari bangsa Israel, maka mereka mempersembahkan korban bakaran dan menyembelih lembu-lembu jantan sebagai korban keselamatan kepada TUHAN. 6Sesudah itu Musa mengambil sebagian dari darah itu, lalu ditaruhnya ke dalam pasu, sebagian lagi dari darah itu disiramkannya pada mezbah itu. 7Diambilnyalah kitab perjanjian itu, lalu dibacakannya dengan didengar oleh bangsa itu dan mereka berkata: "Segala firman TUHAN akan kami lakukan dan akan kami dengarkan." 8Kemudian Musa mengambil darah itu dan menyiramkannya pada bangsa itu serta berkata: "Inilah darah perjanjian yang diadakan TUHAN dengan kamu, berdasarkan segala firman ini."

Dalam berita singkat ini lima kali disebut firman Tuhan (bdk ayat 3,4,7,8; kata firman menunjuk kepada Sepuluh Firman, sedangkan segala peraturan barangkali menunjuk kepada kitab Perjanjian dalam Kel 21-23). Musa pertama-tama memberitahukan firman itu kepada bangsa; lalu menuliskannya dalam sebuah kitab. Kemudian kitab itu dibacakan pada puncak upacara pengadaan Perjanjian, dan isinya dinyatakan sebagai dasar Perjanjian. Perhatikan sikap umat terhadap firman itu. Dua kali (ayat 3 dan 7) mereka mengulangi kesediaan mereka untuk melakukan segala firman Tuhan [Upacara pengikatan Perjanjian mellbatkan seluruh bangsa (itulah juga maksud angka 12 dan 70 dalam ayat 4 dan 9). Inilah Perjanjian Tuhan dengan seluruh umat tanpa kecuali, dan bukan dengan Musa (berbeda dengan Perjanjian Tuhan dengan Nuh, Abraham dan Daud). Musa bertindak sebagai pengantara].

Di samping firman, korban memainkan peranan utama dalam upacara ini. Tuhan dimuliakan dengan sebuah korban bakaran, artinya hewan yang sepenuhnya dibakar untuk Dia. Sedangkan korban keselamatan menunjuk kepada penyembelihan hewan yang selanjutnya dipersiapkan untuk perjamuan yang mengungkapkan persekutuan: lembu-lembu yang disembelih bagi Tuhan, hanya sebagian kecil dibakar; sedangkan selebihnya dihidangkan oleh Tuhan kepada umat yang berkumpul. Dalam perjamuan itu dihayati persekutuan dengan Tuhan dan persekutuan dengan sesama umat.

Darah korban memainkan peranan sangat khusus dalam upacara pengikatan perjanjian ini. Sebagian darah disiramkan pada mezbah yang mewakili pihak Allah dan sebagiannya disiramkan pada umat, untuk menyatakan 'pertalian darah' yang tercipta antara kedua belah pihak. Bagi orang Israel darah adalah sama dengan hidup (nyawa/hidup makhluk terdapat dalam darahnya, Im 17:11,14; Kej 9:4). Upacara penyiraman darah itu mengungkapkan terciptanya persekutuan hidup antara Tuhan dan Israel.

Namun persekutuan hidup itu tidaklah didasarkan pada kekuatan rahasia yang ada di dalam darah itu sendiri, melainkan didasarkan pada firman Allah, Kesepuluh Firman yang mengungkapkan baik tindakan Allah (20:2) maupun kehendak-Nya (20:3 dst). Hanya dengan melakukan firman itu Israel dapat memelihara pertalian darah atau persekutuan hidup dengan Allah.

Dalam ayat-ayat lanjutan (9-11) pengikatan Perjanjian itu diungkapkan secara eksplisit dalam sebuah acara perjamuan (yang tadi sudah tersirat dalam korban keselamatan, ayat 5). Para pemimpin dan wakil bangsa naik ke gunung, lalu dikatakan melihat Allah, tetapi hanya dalam arti bahwa mereka melihat alas kaki-Nya, atau takhta surgawi Allah yang menjamu mereka.

Perjamuan itu melambangkan apa yang ingin diwujudkan oleh Allah dengan pengikatan Perjanjian: yaitu suatu persekutuan dan ikatan yang sedemikian erat sehingga orang-orang yang ikut makan, menjadi am atau keluarga Allah. Dalam perjamuan ini terungkap inti pokok rencana Allah, yaitu suatu persekutuan umat manusia dengan dan di dalam diri-Nya.



B. EKARISTI DALAM PERJANJIAN BARU
Setelah melihat latar belakangnya dalam Perjanjian Lama, sekarang kita dapat berbalik ke perjamuan Ekaristi dalam Perjanjian Baru. Kalau mau diperhatikan perkembangan kronologis, maka kita harus mulai dengan Paulus yang menulis suratnya kepada umat di Korintus pada tahun 50-an. Kemudian akan dilihat Markus yang menyusun Injilnya ±15 tahun kemudian, sekitar masa jatuhnya kota Yerusalem (tahun 70). Kisah tentang perjamuan dalam Mat 26 yang disusun ±10 tahun kemudian, mengikuti dari dekat Mrk. 14, sedangkan rumus ekaristi dalam Luk. 22 sebaliknya kembali kepada tradisi Paulus, dan karena itu mungkin menyimpan rumusan yang lebih tua dan asli daripada Markus/Matius. Terakhir datang Injil Yohanes. Ia tidak menceritakan pengadaan perjamuan ekaristi itu sendiri, tetapi dalam bab 6 menyajikan pandangan teologisnya tentang perlunya makan Tubuh dan minum Darah Tuhan. Kita mulai dengan pembahasan Paulus tentang Ekaristi dalam 1 Kor. 11:17-34.

1. Paulus dalam 1Kor. 11 (bdk. Luk. 22:19-20)
Paulus membicarakan perjamuan Tuhan dalam suatu konteks yang sangat khusus dan bertegang:

17Dalam peraturan-peraturan yang berikut aku tidak dapat memuji kamu, sebab pertemuan-pertemuanmu tidak mendatangkan kebaikan, tetapi mendatangkan keburukan. 18Sebab pertama-tama aku mendengar, bahwa apabila kamu berkumpul sebagai Jemaat, ada perpecahan di antara kamu, dan hal itu sedikit banyak aku percaya. 19Sebab di antara kamu harus ada perpecahan, supaya nyata nanti siapakah di antara kamu yang tahan uji. 20Apabila kamu berkumpul, kamu bukanlah berkumpul untuk makan perjamuan Tuhan. 21Sebab pada perjamuan itu tiap-tiap orang memakan dahulu makanannya sendiri, sehingga yang seorang lapar dan yang lain mabuk. 22Apakah kamu tidak mempunyai rumah sendiri untuk makan dan minum? Atau maukah kamu menghinakan Jemaat Allah dan memalukan orang-orang yang tidak mempunyai apa-apa? Apakah yang kukatakan kepada kamu? Memuji kamu? Dalam hal ini aku tidak memuji.

Paulus tidak dapat memuji jemaat Korintus, sebab kalau berkumpul mereka tidak membangun komunitas tetapi merusakkannya (ayat 17). Sudan diberitahu kepada Paulus bahwa ada perpecahan di antara mereka (1:11). Yang dimaksud di sini bukanlah fraksi-fraksi dengan ajaran yang berbeda (1:12, 3:4) yang sudah ditangani dalam 1Kor. 3:5-4:21. Perpecahan ini menyangkut inti hidup Kristen sendiri, sebab mereka tidak saling peduli tentang kebutuhan hidup yang paling dasar (ayat 21). Perjamuan Tuhan dimaksud sebagai perjamuan bersama di mana orang saling berbagi. Tetapi orang Korintus menggagalkannya sebab tidak peduli satu sama lain. Soal utama Paulus di sini bukan kemabukan sebagian orang, melainkan sikap acuh tak acuh yang merupakan kebalikan dari kasih. Kesatuan jemaat adalah lebih daripada pertemuan fisik, yakni berbagi hidup. Dan itu tak ada di jemaat Korintus selama hidup anggota-anggota yang miskin masih terancam karena tidak mempunyai cukup untuk dimakan. Kelakuan orang Korintus tak hanya memalukan orang-orang miskin tetapi juga menunjukkan bahwa mereka memandang rendah persekutuan sejati (ayat 22).

Untuk memperbaiki keadaan itu Paulus memilih untuk menjelaskan ekaristi kepada mereka. Ia berusaha meyakinkan orang Korintus bahwa keterlibatan satu sama lain perlu untuk ekaristi, yang tak punya arti tanpa itu.

23Sebab apa yang telah kuteruskan kepadamu, telah aku terima dari Tuhan, yaitu bahwa Tuhan Yesus, pada malam waktu Ia diserahkan, mengambil roti 24dan sesudah itu Ia mengucap syukur atasnya; Ia memecah-mecahkannya dan berkata: "Inilah tubuh-Ku, yang diserahkan bagi kamu; perbuatlah ini menjadi peringatan akan Aku!" 25Demikian juga Ia mengambil cawan, sesudah makan, lalu berkata: "Cawan ini adalah perjanjian baru yang dimeteraikan oleh darah-Ku; perbuatlah ini, setiap kali kamu meminumnya, menjadi peringatan akan Aku!" 26Sebab setiap kali kamu makan roti ini dan minum cawan ini, kamu memberitakan kematian Tuhan sampai Ia datang. 27Jadi barangsiapa dengan cara yang tidak layak makan roti atau minum cawan Tuhan, ia berdosa terhadap tubuh dan darah Tuhan. 28Karena itu hendaklah tiap-tiap orang menguji dirinya sendiri dan baru sesudah itu ia makan roti dan minum dari cawan itu. 29Karena barangsiapa makan dan minum tanpa mengakui tubuh Tuhan, ia mendatangkan hukuman atas dirinya.

Dalam ayat 23-25 Paulus menyajikan kata-kata yang digunakan Yesus ketika Ia mengadakan perjamuan ekaristi. Dalam hal ini Paulus dengan tegas menempatkan diri dalam tradisi (ayat 23). Ia hanya meneruskan apa yang ia terima (seperti dalam 1Kor. 15:3). Ia menegaskan juga bahwa ia menerimanya dari Tuhan. Tetapi ia jelas tidak menerimanya dari Yesus secara langsung, seperti para rasul lain. Agaknya juga tidak langsung dari Kristus yang bangkit, sebab rumusan ekaristi dalam ayat 24-26 mencerminkan ciri-ciri liturgi dari jemaat berbahasa Yunani (liturgi gereja Antiokhia, jemaat yang mengutus Paulus?). Apa yang Paulus terima dari Tuhan Yesus Kristus, ia sesungguhnya terima dari jemaat, yang memang sering kali ia sebutkan sebagai Kristus (6:16, 8:12,12:12).

Dua kali ada perintah untuk melakukan upacara itu sebagai peringatan akan Yesus (ayat 24-25; dalam Luk. 22 hanya satu kali). Ditekankan segi peringatan. Cara orang Korintus merayakan ekaristi menunjukkan bahwa mereka memperingati Yesus hanya sebagai sesuatu dari masa lampau. Padahal bagi Paulus sebagai orang Yahudi peringatan berkaitan dengan masa lampau sejauh itu mempengaruhi masa kini dan membawa ke masa depan. Yang ia harapkan adalah peringatan aktif berupa komitmen total kepada Kristus yang membuat masa lampau menjadi nyata pada masa sekarang dan memberi kekuatan untuk membentuk masa depan.

Apa yang dimaksudkan dengan peringatan, dijelaskan Paulus dalam ayat 26: makan dan minum tersebut adalah memberitakan kematian Tuhan. Pemberitaan tentang kematian Yesus di sini tidak menunjuk kepada penceritaan ulang kisah sengsara Yesus dan juga tidak hanya acuan simbolik kepada kematian Yesus dengan memecahkan roti dan menuangkan anggur, tetapi terjadi melalui tindakan makan dan minum, bukan sebagai tindakan ritual melainkan sebagai ungkapan hidup berbagi. Pemberitaan kematian Yesus itu terjadi secara eksistensial dalam tindakan perjamuan kasih. Kematian membawa keselamatan bagi yang beriman merupakan ungkapan kasih yang penuh daya, yang sama itu harus tetap dijelmakan dalam perilaku jemaat. Tanpa itu kematian Yesus kehilangan daya penyelamatannya yang aktual. Kasih Kristuslah yang telah memberi makna kepada kata-kata ekaristi, dan makna kata-kata itu hanya dapat diteruskan oleh kasih jemaat. Mereka harus mewujudkan kasih penyelamatan yang terungkap dalam kematian Yesus, sampai tidak perlu lagi yakni ketika Ia sendiri datang.

Begitu teorinya tentang ekaristi, yakni apa yang akan terjadi kalau ekaristi dirayakan dalam jemaat yang ideal. Tetapi kenyataan di Korintus sangat lain. Mereka salah mengerti ekaristi dan dampaknya. Karena itu Paulus tadi sudah menarik kesimpulan, "Apabila kamu berkumpul, kamu bukanlah berkumpul untuk makan perjamuan Tuhan" (ayat 20). Di situ tidak mau dikatakan bahwa orang Korintus berkumpul untuk sesuatu lain. Bukan, mereka berkumpul untuk perjamuan Tuhan. Tetapi Paulus mengatakan bahwa sesungguhnya bukan perjamuan Tuhan yang mereka makan. Apapun maksud mereka, namun de fakto mereka tidak makan perjamuan Tuhan, sebab sikap mereka satu sama lain membuatnya mustahil. Akuisme orang Korintus menggagalkan perayaan ekaristi.

Dalam ayat 27 Paulus menjatuhkan keputusan yang keras, "Jadi barangsiapa dengan cara yang tidak layak makan roti atau minum cawan Tuhan, ia berdosa terhadap [bersalah atas] tubuh dan darah Tuhan". Apakah mau dikatakan bahwa orang itu mencemarkan hosti dan anggur suci? Teks Yunani lebih tepat diterjemahkan dengan "bersalah terhadap". Bersalah terhadap darah seseorang berarti bertanggung jawab atas kematiannya. Jadi, orang yang mengambil bagian dalam perjamuan tanpa perilaku yang sesuai, dirangkaikan di antara mereka yang membunuh Yesus. Secara ideal, Ekaristi merupakan suatu pemberitaan tentang kematian Yesus yang melestarikan kasih yang menghidupkan, tetapi perilaku para peserta dapat membuatnya menjadi suatu tindakan pembunuhan. Merusakkan kesatuan komunitas kristiani sama berat dengan menyalibkan Yesus, sebab meniadakan realitas Yesus di dunia.

Karena hal ini begitu serius, Paulus mengajak orang untuk menguji dirinya sebelum makan roti dan minum cawan (ayat 28). Tanpa itu orang menjatuhkan hukuman atas dirinya, "Karena barangsiapa makan dan minum tanpa membedakan tubuh, ia mendatangkan hukuman atas dirinya" (ayat 29). Kriteria yang dipakai adalah "membedakan tubuh". Maksudnya bukan membedakan hosti kudus dari roti biasa. Paulus di sini kembali berbicara tentang jemaat yang dilihat sebagai tubuh yang organis. Dengan tidak menaruh perhatian terhadap sesama anggota, orang tidak memperhatikan tubuh Kristus. Dengan demikian mereka menggagalkan ekaristi dan mendatangkan hukuman atas dirinya.

Orang Korintus dengan perilaku mereka menunjukkan bahwa mereka tidak tanggap akan komunitas sebagai Tubuh Kristus, serta implikasinya. Mereka membiarkan perselisihan dan dengki dalam komunitas mereka, suatu tanda bahwa mereka belum menangkap tekanan Paulus pada kesatuan organik jemaat sebagai sesuatu yang mesti nyata. Pembahasan Paulus tentang Ekaristi ini menantang. Kalau anggota komunitas tidak secara nyata saling mengasihi, Kristus tidak nyata hadir dalam Ekaristi, dan tidak nyata hadir dalam dunia.

2. Injil Markus 14: 22-26 (bdk. Mat. 26: 26-29)
Setelah mempelajari versi Paulus yang diikuti Lukas, sekarang kita berbalik ke perjamuan ekaristi versi Markus, yang diikuti oleh Matius dengan beberapa penyesuaian.

22Dan ketika Yesus dan murid-murid-Nya sedang makan, Yesus mengambil roti, mengucap berkat, memecah-mecahkannya lalu memberikannya kepada mereka dan berkata: "Ambillah, inilah tubuh-Ku." 23Sesudah itu Ia mengambil cawan, mengucap syukur lalu memberikannya kepada mereka, dan mereka semuanya minum dari cawan itu. 24Dan Ia berkata kepada mereka: "Inilah darah-Ku, darah perjanjian, yang ditumpahkan bagi banyak orang. 25Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya Aku tidak akan minum lagi hasil pokok anggur sampai pada hari Aku meminumnya, yaitu yang baru, dalam Kerajaan Allah." 26Sesudah mereka menyanyikan nyanyian pujian, pergilah mereka ke Bukit Zaitun.

a. Mengamati
Diceritakan dua rangkaian tindakan Yesus, yang satu dengan roti dan yang lain dengan cawan berisi air anggur, keduanya disusul oleh dua perkataan yang menjelaskan artinya.

Kedua rangkaian tindakan Yesus dengan roti dan cawan berjalan sejajar, hampir sama: mengambil, mengucap berkat/syukur, dan memberikannya kepada mereka, sebagaimana lazim terjadi pada setiap perjamuan pesta Yahudi (bdk. jugaMrk. 6:41,8:7).

Kedua perkataan Yesus yang menjelaskan arti roti dan cawan, hanya sejajar dalam inti perkataan saja: inllah tubuhku/inilah darahku. Perkataan pertama diawali ajakan untuk mengambil roti, sedangkan perkataan kedua diawali oleh berita bahwa mereka semua minum (Matius mengubahnya menjadi ajakan juga). Perkataan kedua ini juga lebih panjang karena disusul penjelasan lebih lanjut tentang darah Yesus, yaitu "darah perjanjian yang ditumpahkan bagi banyak orang" (Matius menambah "untuk pengampunan dosa").

Nubuat yang menyusul dalam ayat 25 menyiratkan kematian Yesus yang sudah dekat, dan juga masa depannya yang cerah dalam Kerajaan Allah.

Konteks: Kalimat pembukaan kisah ini menunjuk kembali kepada awal perjamuan dalam ayat 17. Sebelumnya perjamuan itu telah disiapkan oleh dua murid (ayat 12-16). Dari persiapan itu jelas bahwa perjamuan ini dimaksudkan sebagai perjamuan Paskah. Warna Paskah tampak lagi dalam nyanyian pujian (Halel) yang menyusul (ayat 26).

Kisah tentang Yesus yang dalam perjamuan ini menyerahkan diri untuk murid-murid, dibingkai oleh dua percakapan tentang murid-murid yang digambarkan sebagai orang yang akan melakukan yang sebaliknya: Yudas akan menyerahkan Yesus (ayat 18-21) dan murid-murid lain akan meninggalkan, bahkan menyangkal Yesus (ayat 27-31). Dengan demikian kisah perjamuan dalam Markus mempunyai konteks yang mirip dengan konteksnya dalam 1Kor 11. Makna perjamuan itu tidak terwujud dalam kelakuan mereka yang ikut serta.

b. Memahami
Mengucap berkat/syukur (22,23): Dalam setiap perjamuan Yahudi, juga perjamuan Paskah, pemimpin perjamuan mengucapkan berkah (berakah) atas roti: Terpujilah Engkau, Tuhan, Allah kami, Raja semesta alam, yang membuat bumi menghasilkan roti. Dengan menerima roti yang diberkati itu para peserta perjamuan mendapat bagian dalam berkah itu. Dalam ayat 23 mengucap berkat diganti dengan mengucap syukur (eucharistein), barangkali karena berkat atas cawan itu terjadi pada akhir perjamuan (Luk. 22:20), lalu dikaitkan dengan doa syukur sesudah makan. Dari kata ini berasallah istilah ekaristi.

Inilah tubuhku (22): Tubuh bukan hanya menunjuk badan orang, melainkan mengacu kepada diri orang sebagai makhluk yang fana. Maka Yesus mau mengatakan: inilah Aku, diriku sendiri. Dengan mengartikan roti demikian serta membagikannya, Yesus memberi murid-murid-Nya bagian dalam diri-nya, memberi mereka persekutuan dengan diri-Nya yang dengan kasih menyerahkan diri-Nya untuk mereka dan menjadi sumber keselamatan bagi mereka. Dari kesejajaran dengan darah yang ditumpahkan dalam ayat berikut, jelaslah bahwa juga tubuhku menunjuk kepada Yesus yang keesokan hari menyerahkan dirinya di kayu salib (bdk. tubuhku yang diserahkan bagimu dalam Luk. 22:19).

Mereka semuanya minum (23): Mereka ialah murid-murid, tampaknya termasuk Yudas. Yesus yang mengedarkannya, agaknya sendiri tidak minum, kendatipun banyak bapa/pujangga Gereja berpendapat lain.

Inilah darahku (24): Bagi orang Yahudi darah adalah sama dengan hidup. Darah yang ditumpahkan sama dengan hidup yang diserahkan. Dengan diberi minum, murid-murid diberi bagian dalam hidup Yesus yang dengan penuh kasih diserahkan untuk mereka pada salib.

Darah perjanjian (24): Boleh jadi bahwa rumusan Luk/1 Kor "Cawan ini adalah perjanjian baru dalam darahku" lebih asli, dan kemudian oleh tradisi Mrk/Mat disejajarkan dengan "inilah tubuhku", menjadi "inilah darahku, darah perjanjian". Rumusan Markus ini mengingat akan darah perjanjian yang pada pengikatan perjanjian di Sinai oleh Musa disiramkan pada mezbah dan bangsa Israel (lihat di atas Kel. 24:6-8). Kalau perjanjian pertama diadakan dengan darah hewan, perjanjian baru (Luk 22:22) diadakan dengan darah Kristus. Dengan mencurahkan darah-Nya bagi banyak orang, Yesus membuka hubungan baru bagi manusia dengan Allah. Menurut pandangan Yahudi pada zaman Yesus, melalui darah perjanjian diadakan penebusan bagi bangsa Israel (demikianlah terjemahan Aram Kel 24:8). Demikian juga menurut Mrk darah atau kematian Yesus mengerjakan penebusan, bahkan untuk semua manusia (10:45).

Untuk banyak orang (24): Kata-kata ini mengacu kepada Hamba Tuhan yang menanggung dosa banyak orang dan membenarkan banyak orang (Yes 53:11-12). Banyak orang sesungguhnya berarti semua orang, segala bangsa, secara universal (Yes 42:6,49:7-8).

Aku meminumnya baru dalam Kerajaan Allah (25): Yesus tak hanya menyinggung kematian-Nya yang dekat (Aku tidak akan minum lagi), tetapi di balik itu Ia melihat kebangkitan-Nya dan keikutsertaan-Nya dalam perjamuan pesta di akhir zaman ketika pemerintahan Allah akan mencapai penyelesaiannya. Keadaan bahagia dalam Kerajaan Allah sering dikiaskan dengan sebuah perjamuan (Luk 13:28i, 14:15, 16-24, 22:29i). Perjamuan malam atau ekaristi merupakan pralambang yang menunjuk ke perjamuan akhir zaman itu.

c. Menyimpulkan
Markus menceriterakan kisah perjamuan malam dengan maksud untuk mengatakan sesuatu tentang makna kematian Yesus, dan juga untuk mengatakan bagaimana pembaca injil dapat mengambil bagian dalam kematian Yesus dan buahnya.

(a) Dalam kisah perjamuan malam dijelaskan apa yang sesungguhnya menjadi makna kematian Yesus yang dikisahkan oleh Markus dalam bab berikut. Kendatipun Yesus nanti mati dalam kesepian total, ditinggalkan oleh murid-murid-Nya dan juga Bapa-Nya tidak memberi tanda nyata, namun kematian-Nya itu bukanlah suatu kecelakaan atau kejadian konyol, melainkan suatu tindakan Yesus yang sangat bermakna. Makna itu terlebih dahulu dijelaskan dalam perjamuan malam: Kematian Yesus di Golgota itu adalah penyerahan diri bagi orang lain, suatu tindakan kasih bagi murid-murid-Nya, suatu pemberian diri untuk semua manusia. Ia rela menyerahkan hidup-Nya untuk menebus, atau membebaskan mereka, untuk memulihkan hubungan mereka dengan Allah, memperdamaikan mereka dengan-Nya.

(b) Bagaimana orang dapat memperoleh bagian dalam berkah atau buah kematian Yesus itu, dalam kasih yang terwujud di dalamnya? Jawaban kisah tentang perjamuan malam ialah: dengan makan tubuh-Nya dan minum darah-Nya; dengan mengambil bagian dalam perjamuan ekaristi yang diadakan dalam jemaat. Orang-orang yang makan roti dan minum anggur sambil mengakui bahwa roti dan anggur yang dibagikan itu adalah diri Yesus Kristus yang menyerahkan hidup-Nya baginya, orang itu masuk dalam persekutuan (komunio) dengan Yesus Kristus, dan mendapat bagian dalam buah yang dihasilkan oleh penyerahan diri Yesus itu, yaitu pembebasan, pengampunan, pendamaian, hubungan baru dengan Allah.

(c) Murid-murid sebaliknya belum siap menyerahkan diri bagi Yesus. Jawaban kasih semacam itu tampak tidak menjadi prasyarat bagi Markus untuk boleh mengambil bagian dalam perjamuan Tuhan. Kendati pun bukan syarat, namun penyerahan diri dalam kasih kepada Tuhan dan orang lain mesti menjadi salah satu buah dari perjamuan Tuhan. Dalam Yudas buah itu tidak muncul, dan ia akhirnya terpotong dari persekutuan dengan Tuhan. Dalam Petrus dan murid-murid lain setelah kebangkitan buah itu kiranya ada, sehingga perjamuan Tuhan betul terwujud di antara mereka.

d. Mendalami
a) Apa yang sesungguhnya diberikan Yesus kepada murid-murid ketika Ia membagikan roti sambil berkata: "inilah tubuh-Ku"? Apa yang saya hayati setiap kali saya ikut perayaan ekaristi dan menerima tubuh Kristus?

b) Yesus membagikan cawan air anggur sambil menyebutnya "darah-Ku, darah perjanjian yang ditumpahkan untuk banyak orang"? Apa maksudnya? Apa makna perayaan ekaristi untuk hubungan kita dengan Allah?

c) Bagaimana pemberian Yesus ditanggapi oleh Yudas, Petrus dan murid-murid lain? Slapa saja boleh mengambil bagian dalam perjamuan ekaristi? Buah apa yang diharapkan untuk kehldupan bersama?

3. Injil Yohanes 6:51-58
Yohanes tidak menceritakan bahwa Yesus mengadakan ekaristi ketika Ia terakhir kalinya makan bersama murid-murid-Nya (Yoh 13-17). Kendati pun demikian, namun bagi Injil dan jemaat Yohanes perjamuan ekaristi tampak merupakan sesuatu yang penting dan perlu. Dalam hal ini Yohanes malahan lebih tegas daripada injil-injil lain dan Paulus. Wejangan Yesus dalam Yohanes 6 tentang roti kehidupan akhirnya berbicara secara eksplisit tentang perjamuan ekaristi itu.

(Yesus berkata kepada orang banyak) 25:35
51Akulah roti hidup yang telah turun dari sorga. Jikalau seorang makan dari roti ini, ia akan hidup selama-lamanya, dan roti yang Kuberikan itu ialah daging-Ku, yang akan Kuberikan untuk hidup dunia." 52Orang-orang Yahudi bertengkar antara sesama mereka dan berkata: "Bagaimana Ia ini dapat memberikan daging-Nya kepada kita untuk dimakan." 53Maka kata Yesus kepada mereka: "Aku berkata kepadamu, sesungguhnya jikalau kamu tidak makan daging Anak Manusia dan minum darah-Nya, kamu tidak mempunyai hidup di dalam dirimu. 54Barangsiapa makan daging-Ku dan minum darah-Ku, ia mempunyai hidup yang kekal dan Aku akan membangkitkan dia pada akhir zaman. 55Sebab daging-Ku adalah benar-benar makanan dan darah-Ku adalah benar-benar minuman. 56Barangsiapa makan daging-Ku dan minum darah-Ku, ia tinggal di dalam Aku dan Aku di dalam dia. 57Sama seperti Bapa yang hidup mengutus Aku dan Aku hidup oleh Bapa, demikian juga barangsiapa yang memakan Aku, akan hidup oleh Aku. 58Inilah roti yang telah turun dari sorga, bukan roti seperti yang dimakan nenek moyangmu dan mereka telah mati. Barangsiapa makan roti ini, ia akan hidup selama-lamanya."

a. Mengamati
Bagian inti perikop (ayat 53-57) mengulang-ulang pentingnya makan daging Yesus untuk hidup. Hal ini ditempatkah dalam sebuah bingkai yang berbicara tentang makan roti yang turun dari surga (51, 58).



Bingkai: Pada awal dan akhir perikop Yesus menawarkan diri sebagai roti yang turun dari sorga, dan siapa yang makan roti itu, akan hidup selama-lamanya. Roti itu dibedakan dengan manna (58), dan diartikan sebagai daging Yesus untuk hidup dunia (51). Keterangan yang terakhir ini merupakan hal baru yang salah dimengerti oleh orang Yahudi, dan ditolak (52).

Bagian inti (53-57): sesungguhnya tidak menjawab salah pengertian orang-orang Yahudi tentang "daging Yesus", melainkan mengulang sampai empat kali banwa makan daging-Nya mutlak perlu untuk memperoleh hidup malahan dengan menambah ungkapan yang lebih mengejutkan lagi, 'minum darah-Nya' (53-55). Refren "makan daging-Ku dan minum darah-Ku" supaya hidup, diselingi dengan beberapa kalimat yang menambah keterangan (55,56c-57; lihat catatan).

Perikop ini sejajar dengan wejangan Yesus sebelumnya yang juga mulai dan berakhir dengan "Akulah roti kehidupan" (35,48-50), dan juga diselingi oleh reaksi salah pengertian dan penolakan dari pihak Yahudi (41-42). Tetapi berbeda dengan perikop kita yang mengartikan roti itu sebagai daging (dan darah) Yesus yang harus dimakan (dan diminum) untuk hidup kekal, wejangan sebelumnya hanya berbicara tentang roti secara kiasan : Yesus diibaratkan dengan roti yang memberi hidup kekal kepada orang yang datang dan percaya kepada-Nya (35-37,40). Wejangan yang sepenuhnya bersifat kiasan itu, dalam perikop kita diartikan kembali ke arah ekaristi.

b. Memahami
Akulah roti hidup (51): Wejangan sebelumnya selalu berbicara tentang 'roti kehidupan' (kata benda: roti yang memberi kehidupan; terjemahan Alkitab TB 6:35,48 kurang jelas). Tetapi ayat 51 berbunyi 'roti yang hidup' (kata sifat). Perubahan itu mempersiapkan reinterpretasi yang ekaristik: Yesus, maksudnya daging-Nya yang dimakan, adalah roti yang hidup, yang juga memberi hidup.

Yang turun dari surga (51,38): Berbeda dengan manna yang tidak memberi hidup selama-lamanya kepada nenek moyang (bdk 31-33), Yesus – yang dijumpai dalam ekaristi - berasal dari Bapa dan karena itu memberi hidup selama-lamanya.

Roti yang akan Kuberikan ialah daging-Ku untuk hidup dunia (51): Ini mungkin rumusan "konsekrasi" dari liturgi jemaat Yohanes, sebab tidak jauh berbeda dari "Inilah Tubub-Ku yang diberikan untuk kamu" (Luk 22:19), atau "untuk banyak orang" (Mrk 14:14). Malahan kata 'daging-Ku' lebih dekat dengan bahasa asli Yesus, bahasa Aram, yang tidak mempunyai ekuivalen untuk tubuh.

Orang yahudi bertengkar ... (52): Mereka memahami perkataan Yesus sebagai kanibalisme. Ayat 52 ini mungkin dilatarbelakangi oleh isu yang sejak dahulu disebarkan oleh orang Yahudi mengenai perjamuan ekaristi Kristen, bahwa di situ dimakan daging manusia.

Makan daging-Ku... minum darab-Ku (53,54,56): Tak dapat tidak kata-kata realistis ini menunjuk kepada perjamuan ekaristi seperti yang dikisahkan dalam injil-injil sinoptik: "makanlah, inilah tubuh-Ku, ... minumlah ... inilah darah-Ku" (Mat 26:26-28). Tak mungkin mengertinya dalam arti kiasan saja, sebab seandainya kiasan, maka "makan daging" mengibaratkan suatu perlakuan penuh kebencian (Za 11:9), dan "minum darah" mengkiaskan pembantaian yang mengerikan (Yer 46:10). Arti semacam ini tidak cocok dalam konteks ini.

Mempunyai hidup kekal dan Aku akan membangkitkan dia pada akhir zaman (53-54,57): Partisipasi dalam perjamuan ekaristi memberi hidup dalam dua tingkatan; hidup baru yang diperoleh sekarang di dunia ini (54c;53e, "hidup dalam dirimu;" 51d, "untuk hidup dunia"), dan kepenuhan hidup yang akan diperoleh untuk selama-lamanya pada kebangkitan di akhir zaman (54d).

a tinggal di dalam Aku... (56): Kesejajaran antar ayat 54 dan ayat 56 menunjukkan bahwa hidup kekal bagi Yohanes tidak lain daripada hidup dalam hubungan timbal balik dengan Yesus. Tubuh Kristus yang dimakan bukanlah sejenis obat jaminan hidup kekal; daging Kristus bukanlah semacam vitamin yang otomatis memberikan hidup abadi. Hidup itu diberi kepada orang sementara mereka dalam perjamuan ekaristi memperdalam hubungan mereka dengan Yesus Kristus yang menyerahkan diri bagi mereka. Karena itu tidak tepat kalau makan daging Yesus sebagai sumber hidup terlalu dipertentangkan dengan percaya kepada Yesus sebagai sumber hidup (ayat 40,47). Bedanya bukan terletak dalam hal percaya, melainkan dalam cara berkontak dengan Yesus: yaitu lewat firman yang didengarkan (ayat 45) atau sakramen yang dirayakan.

Sama seperti ... Aku hidup oleh Bapa (57): Hubungan orang dengan Yesus dalam perjamuan ekaristi memberi hidup kekal, sama seperti hubungan Yesus dengan Bapa yang mengutus-Nya memberi hidup itu kepada Yesus. Dalam kontak dengan Yesus di dalam ekaristi, orang mendapat bagian dalam hidup Bapa sendiri.

c. Menyimpulkan
Kendatipun Yohanes tidak menceritakan pengadaan ekaristi pada perjamuan terakhir, namun pentingnya perjamuan ekaristi dan maknanya bagi kehidupan umat kristen dijelaskan dengan sangat tegas dalam perikop ini.

(1) Yesus adalah roti kehidupan bukan hanya dalam arti kiasan yang umum, yaitu bahwa pribadi-Nya, ajaran dan karya-Nya sebagai utusan Bapa merupakan bekal hidup bagi orang yang menyambut pewartaan tentang Yesus itu dengan penuh iman kepercayaan; tetapi juga dalam arti yang lebih khusus yaitu bahwa daging atau tubuh-Nya yang diserahkan di salib dan darah-Nya yang tertumpah di Golgota melalui perjamuan ekaristi menjadi bekal yang memelihara kebidupan manusia.

(2) Bagaimana orang mendapat bagian dalam bekal kehidupan yaitu diri Yesus, daging dan darah-Nya, yang dipersembahkan di Golgota itu? Dengan suatu cara yang sangat konkrit dan realistik, yaitu dengan makan daging-Nya dan minum darah-Nya itu. Bahasa yang realistik itu mungkin juga mengganggu pembaca Kristen, namun kiranya dipakai dengan sengaja bagi mereka yang cenderung untuk mengartikan segala-galanya sebagai kiasan untuk sesuatu yang melulu rohani dan mencukupi diri dengan suatu hubungan rohaniah atau kontak batiniah dengan Kristus yang kurang diakui sebagai manusia (1Yoh 4:2-3, 2Yoh 7). Yohanes mau menekankan bahwa Yesus, Firman Allah yang menjadi manusia nyata (daging), harus juga disambut secara nyata, yaitu dengan makan daging-Nya dan minum darah-Nya dalam perjamuan ekaristi.

(3) Partisipasi dalam perjamuan ekaristi, makan daging dan minum darah Yesus yang diserahkan
untuk hidup dunia, merupakan syarat bagi pembaca injil untuk mendapat bagian dalam hidup itu. Tak cukup ia membatasi diri pada pembacaan sabda saja; perlu juga mengambil bagian dalam sakramen ekaristi untuk memperoleh hidup sejati di tengah dunia ini. Hidup sejati yang sekarang sudah diperoleh itu, tidak akan hilang pada saat kematian jasmani melainkan merupakan awal dari suatu kepenuhan hidup yang akan diberikan pada hari kebangkitan.

(4) Daging Yesus yang dimakan dan darah-Nya yang diminum dalam perjamuan ekaristi bukanlah jejamu atau ramuan yang begitu saja atau bahkan secara ajaib membangkitkan tenaga hidup baru. Dengan menyambut daging dan darah Yesus orang memberikan tempat di dalam hidupnya kepada Yesus yang telah menyerahkan diri-Nya untuk orang lain; orang masuk ke dalam suatu hubungan timbal balik dengan Yesus: di satu pihak ia mengakui bahwa Yesus menyerahkan diri-Nya untuk menghidupkan dia, dan ia memberi kesempatan kepada Yesus untuk membangkitkan hidup baru itu di dalam dirinya; di lain pihak ia juga mulai hidup dalam semangat Yesus yang menyerahkan diri untuk orang lain. Menerima hidup dari Yesus ("Aku di dalam dia") merupakan tantangan untuk hidup seperti Yesus ("dia di dalam Aku"). Tinggal di dalam Dia atau tinggal di dalam kasih-Nya bagi umat yang berkumpul dalam perjamuan Ekaristi
berarti saling mengasihi (Yoh 15:9-17).

d. Mendalami:
a)   Apa maksudnya "Akulah roti hidup"? Bagaimana dijelaskan dalam ayat 51?

b)   Apa salah pengertian orang Yahudi (ayat 52)? Apa maksud yang sesungguhnya dari ayat 53-55?

c)  Apa yang dimaksudkan dengan 'hidup kekal' yang diberi dalam perjamuan ekaristi? Bandingkan ayat 54 dengan ayat 56; lihat juga ayat 57.
Dalam arti apa saja Yesus dapat disebut sebagai bekal bagi hidup kita?

Apa yang saya hayati ketika menyambut tubuh Kristus? Sesuai dengan ayat 53-55?

Perjamuan ekaristi mempunyai dampak apa dalam hidup kita sebagai orang Kristen dan Gereja?


4. Beberapa Kesimpulan
Perjamuan ekaristi seperti dikisahkan atau diuraikan dalam Kitab Suci, merupakan suatu kejadian yang menumbuhkan hubungan. Dalam perjamuan itu terwujud dan diperdalam hubungan-hubungan yang penting untuk orang-orang beriman: pertama-tama antara kaum beriman dan Kristus yang menjamu mereka, dan berdasarkan itu antara orang-orang tersebut dengan Allah Bapa, dan antara orang-orang yang turut serta dalam perjamuan itu sendiri.

Yohaneslah yang paling mendalam membicara hubungan timbal balik antara Kristus dan orang Kristen yang makan daging-Nya dan minum darah-Nya. Mereka saling menyambut. Yang satu tinggal di dalam yang lain. Tetapi bagi Yohanes hubungan erat ini bukanlah hubungan berdua yang tertutup. Mengambil bagian dalam hidup Putera justru berarti mengambil bagian dalam hidup Bapa. Dan Bapa bersama Putera hanya dapat tinggal tetap dalam orang beriman, kalau dia ini berpegang pada perintah-Nya dan tinggal dalam kasih-Nya dengan mengasihi sesama saudaranya (Yoh 15:9-17). Dalam pengertian Yohanes tak boleh ekaristi merosot menjadi hubungan pietistik antara orang beriman dan Yesus saja.

Hubungan dengan Allah, pemulihan hubungan itu sebagai buah perjamuan ekaristi, lebih menjadi perhatian kata-kata ekaristi yang diucapkan Yesus menurut injil-injil sinoptik dan 1Korintus, khususnya kata-kata atas cawan dengan air anggur. Darah Yesus dikatakan adalah darah perjanjian, darah yang menciptakan persekutuan hidup antara Allah dan umat seperti pada perjanjian Sinai. Cawan dikatakan sebagai perjanjian baru dalam darah-Ku, artinya kematian Yesus mempunyai daya pendamaian, memulihkan atau memperbaharui hubungan Allah dengan umat. Sama juga maksudnya kalau dikatakan bahwa tubuh diserahkan untuk kamu, dan darah ditumpahkan bagi kamu atau banyak orang, apalagi kalau Matius, menambah untuk pengampunan dosa. Semua kata-kata itu berusaha mengungkapkan bagaimana Yesus menyerahkan diri untuk menempatkan manusia dalam suatu posisi baru di hadapan Allah.

Penggunaan bentuk jamak 'kamu' atau 'banyak orang' penting diperhatikan, sebab menghalangi kecenderungan pietistik untuk mengganti relasi berdua (Kristus dengan saya) dengan suatu relasi bertiga (tambah Bapa) yang sama-sama tertutup. Dalam ekaristi Yesus tidak memberikan diri-Nya dan kasih Bapa kepada saya melainkan kepada kita. Persekutuan selalu diandaikan.

Dimensi persekutuan ini menjadi tema utama Paulus dalam 1Korintus. Melihat kegagalan umat Korintus untuk membentuk suatu persekutuan meja, Paulus menekankan pentingnya hubungan kasih antara para peserta perjamuan ekaristi. Tanpa kasih persaudaraan itu perjamuan ekaristi digugurkan. Perjamuan yang mengungkapkan kasih Kristus dan kasih Allah untuk kita tak cukup diingat sebagai peristiwa masa lampau tetapi perlu diperingatkan dalam hidup berbagi yang aktual.

Bahwa Allah sejak dahulu memberi bentuk perjamuan kepada karya penyelamatannya di tengah umat, baik pada malam Paska di Mesir maupun pada pengikatan perjanjian di Sinai, dan bahwa Yesus pada saat terakhir menyimpulkan seluruh makna pelayanannya dalam rupa sebuah perjamuan, menunjukkan bahwa bukanlah individu-individu yang mau diselamatkan, melainkan keselamatan dari Tuhan itu justru mendapat bentuk yang nyata dalam suatu persekutuan meja, dalam hidup berbagi. Hubungan dengan Yesus dan melalui Dia dengan Bapa, hanya mencapai tujuannya kalau menempatkan orang beriman dalam relasi damai yang baru dengan saudaranya.