Social Icons

PENAMPAKAN DALAM PERJANJIAN BARU

Bila orang berbicara tentang penampakan dalam kerangka pikir teologis, yang dimaksudkan ialah pengalaman akan hal yang tidak terlihat dan tidak terdengar - baik itu tentang benda maupun tentang manusia - menjadi terlihat dan terdengar meskipun pada kenyataannya tetap tidak terjangkau oleh kekuatan manusiawi. Kerangka pikir teologis tersebut cukup menjelaskan bahwa penampakan seperti itu mungkin terjadi. Allah tetap bebas menyapa manusia dalam pelbagai cara. Lalu, penampakan seperti itu merupakan karunia Allah bagi manusia yang kemudian tercermin dalam kehidupan manusia itu sendiri.

Tetapi masalahnya, akibat penampakan itu tentu saja tidak sama dengan karya Allah sendiri. Maka sebagai orang Katolik, kita perlu memperhatikan pedoman dasar yang dianut dalam Tradisi Katolik mengenai segala pengalaman religius, termasuk penampakan. Pengalaman religius adalah pengaruh adikodrati karunia Allah. Pengalaman itu harus dibuktikan dalam kehidupan, tidak bisa hanya diandaikan saja, sebagaimana juga pewahyuan menjadi nyata dalam kehidupan.
Mengenai pertanyaan : apakah penampakan itu sungguh terjadi, teologi sebetulnya mengandalkan ilmu-ilmu lain, seperti ilmu jiwa, sosiologi dan sebagainya. Ilmu-ilmu lain itu juga memerlukan keterbukaan akan keyakinan teologis atas adanya rahmat yang dikaruniakan Allah dalam kehidupan ini.

Istilah
Istilah penampakan dalam Perjanjian Baru ialah epifania. Kata ini dalam Bahasa Yunani sehari-hari dimengerti sebagai penampilan sejenak tokoh-tokoh dewata yang memberikan soteria (keselamatan) kepada manusia. Dalam perkembangannya yang lebih kemudian, istilah epifania menunjukkan penampilan sembarang benda dan orang yang menyelamatkan. Kata itu kemudian dihubungkan dengan kata lain yang menunjukkan kehadiran (parousia) tokoh keselamatan itu. Seperti misalnya kalau seorang raja atau pemimpin hadir di tengah-tengah bangsa untuk menyampaikan berkahnya.

Istilah seperti itu digunakan dalam Luk 1:80 - menampakkan diri; 2 Tes 2:8 - menyatakan diri. Dalam Tit 2:11; 3:4 kata kerja yang digunakan. Sedangkan dalam Tit 2:13 digunakan kata benda yang mempunyai makna sebagaimana lazim digunakan dalam kehidupan biasa, untuk menyebut kehadiran Yesus sebagai pengejawantahan Allah. Dalam Tit 2:11; 3:4; 2:13, kedatangan-Nya yang mulia pada akhir zaman yang ditegaskan. Maka, istilah penampakan mendapatkan makna teologisnya dengan misteri penjelmaan Allah dalam pribadi Yesus Kristus.

Untuk lebih jelasnya, mari kita melihat beberapa contoh bagaimana penampakan dalam Perjanjian Baru bisa dipahami. Tentunya contoh yang utama adalah penampakan Yesus yang bangkit. Kemudian juga ada kisah penampakan Musa dan Elia dalam peristiwa kemuliaan Yesus di bukit. Sedangkan penampakan yang lain adalah penampakan malaikat Tuhan kepada orang-orang terpilih. Dari beberapa contoh tersebut kita akan mencoba menarik benang merah pemahaman kita akan makna kisah penampakan dalam Perjanjian Baru.

1. Penampakan Yesus Kristus yang Bangkit
Pengalaman akan Yesus yang dahulu pernah hidup bersama para murid, kemudian wafat, dibangkitkan oleh Allah, dinyatakan dalam pewartaan para murid dengan istilah dilihat, diperlihatkan, kelihatan (ophte), lihat Luk 24:34; Kis 9:17; 13:31; 26:16; 1 Kor 15:5-8. Istilah itu dalam khazanah Kitab Suci digunakan untuk menunjukkan pengalaman manusia akan Allah yang menyatakan diri, Kej 12:7; 18:1; malaikat Kel 3:2 atau tokoh lain seperti Musa dan Elia, Mrk 9:4. Umat Kristen perdana menggunakan istilah itu untuk menegaskan bahwa Guru dan Junjungan mereka, yakni Yesus tetap hidup dan dimuliakan di hadirat Allah. Kuasa Allahlah yang menjadikan Yesus demikian.

Bagi umat yang disayangi, Yesus yang mulia menampakkan diri. Untuk memahami hal ini kita bisa memperhatikan titik tolak pemahaman sebagaimana tercantum dalam Kis 10:40 dan Gal 1:16. Dalam kedua teks itu ditegaskan bahwa penampakan Yesus yang mulia bukanlah pengalaman jasmani yang dapat diamati oleh setiap orang, melainkan bagi seorang yang secara khusus dipilih Allah dengan prakarsa-Nya. Jadi, bukan untuk ramai-ramai ditonton! Penampakan adalah karya Allah yang tidak bisa dicari oleh orang.

Dalam Kis 10:40 dikatakan bahwa Allah membuat Yesus menjadi nyata, bukan kepada seluruh umat melainkan hanya kepada saksi yang lebih dahulu dipilih oleh Allah. Yesus yang dibangkitkan Allah itu menjadi nyata bagi orang yang ditentukan Allah. Karena Yesus menjadi nyata, maka juga nampak, nampak dalam pengalaman iman orang yang dipilih tersebut.

Dalam Gal 1:16 kita bertemu dengan pembelaan Santo Paulus atas panggilannya sebagai pewarta Injil. Ditegaskan bahwa Injilnya diterima dari Allah. Injil itu ialah Yesus Kristus yang telah dibangkitkan sebagai Kyrios. Ini dinyatakan secara pribadi dan langsung kepada Paulus. Di situ Paulus menegaskan bahwa Allah berkenan menyingkapkan kenyataan Anak-Nya yang mulia tersebut. Pengalaman Paulus jelas merupakan pengalaman batin, dan bukan semata-mata pengalaman lahiriah.

Dalam kisah-kisah penampakan ternyata ada gejala penggambaran yang amat manusiawi, seperti makan bersama, naik gunung, diraba dan disentuh, Luk 24:41-43 dan Yoh 21:5-12. Dalam hal ini muncullah pertanyaan apakah pengalaman rohani itu kemudian dalam pewartaan diberikan gambaran yang lebih manusiawi? Harus diakui bahwa hal-hal manusiawi seperti itu bukanlah yang menentukan. Apa yang menentukan yaitu kekuatan Allah atau rahmat yang menopang orang itu untuk mengenali Yesus yang mulia dan bangkit dari alam maut.

Penampakan dalam pewartaan Yesus yang bangkit lalu merupakan sebuah penegasan akan tugas para saksi mata untuk mewartakan Yesus yang mulia dan bangkit di hadirat Allah. Dan bukan Yesus yang harus ditonton. Orientasi hidup seperti itu menjadi penentuan bagi iman Kristen kita.

2. Penampakan Musa dan Elia di gunung
Kalau kita mengambil contoh penampakan Yesus yang mulia sebagaimana dikisahkan dalam Mrk 9:2-10, maka penampakan tokoh-tokoh Perjanjian Lama dalam kehidupan Yesus itu mempunyai peranan dalam pewartaan akan Yesus yang menjadi inti kehidupan orang beriman Kristen. Peranan itu ialah untuk menegaskan bahwa sejarah keselamatan seperti dikehendaki Allah terus berlangsung dengan perantaraan tokoh-tokoh keselamatan, seperti Musa dan Elia. Yesus lalu merupakan tokoh sekaliber leluhur tersebut.

Markus menempatkan kisah ini dalam kerangka kesadaran Yesus, bahwa jalan yang harus ditempuh untuk mencapai keselamatan adalah jalan penderitaan. Yesus mengajak Petrus, Yakobus dan Yohanes sesudah berlalunya "enam hari Pesta Pondok Daun". Ini bukan suatu kebetulan. Pada Hari Raya Pondok Daun diadakan upacara pelantikan Mesias yang menderita. Dalam pandangan Markus, peristiwa kemuliaan Yesus di bukit secara khusus ditujukan kepada ketiga murid-Nya supaya mendengarkan Dia, ayat 7. Yesus waktu itu berbicara tentang pelayanan, dan bukan kekuasaan atau kemuliaan.

Kehadiran tokoh Musa dan Elia adalah kehadiran tokoh keselamatan yang meneguhkan keyakinan dan alur perjalanan karya dan hidup Yesus. Yesus sejalan dengan perutusan mereka. Maka mereka "hadir" dalam rangka karya keselamatan sebagaimana dilaksanakan dalam diri Yesus itu. Dengan singkat bisa dikatakan, bahwa menurut penginji, penampakan Musa dan Elia dalam peristiwa di bukit itu untuk menegaskan bahwa jalan yang ditempuh oleh Yesus adalah jalan seperti yang telah dirintis oleh tokoh besar itu.

3. Penampakan malaikat Tuhan
Demikian juga kisah-kisah penampakan malaikat, misalnya kepada Bunda Maria, sebagaimana dikisahkan dalam Injil. Kalau kita mengacu pada Luk 1:26-38 maka kita bisa melihat bahwa kabar gembira malaikat kepada Bunda Maria itu adalah sebuah kisah penugasan! Penugasan tersebut adalah penugasan ilahi. Itulah sebabnya dihadirkan tokoh Gabriel yang dalam Tradisi dipahami sebagai utusan atau duta Allah. Bunda Maria tidak "mencari" penampakan, melainkan dikejutkan oleh penampakan ilahi tersebut. Tugas yang harus diemban Bunda Maria adalah mengandung dan melahirkan seorang tokoh. Tokoh yang dilahirkan itu sungguh tokoh yang dipilih Allah. Maria diperkenalkan oleh Lukas sebagai pewaris janji keselamatan Allah selama ini (ayat 27-28). Dengan cara itulah Lukas menangkap misteri terkandungnya dan terlahirnya prakarsa keselamatan Allah secara pribadi, yang terwujud dalam diri Yesus Kristus. Maka bukan penampakan malaikat yang menjadi penting, melainkan apa yang diwartakan malaikat bagi tokoh Maria.

Di sini juga penampakan malaikat menjadi penegasan perutusan yang sifatnya amat pribadi (mengandung dan melahirkan). Tugas pribadi itu bukan tontonan, melainkan sungguh-sungguh sebuah keterlibatan, sebuah perjuangan. Dengan tugas pribadi itu, seseorang ditantang untuk membuktikan penugasannya bagi kepentingan bersama, bukan kepentingannya sendiri saja.

Rangkuman dan Refleksi
Dari penelusuran sangat sederhana dan singkat ini kita bisa menarik benang merah apa? Pertama, penampakan dalam Perjanjian Baru bukanlah tontonan, melainkan kisah penugasan. Kisah penugasan tersebut digambarkan secara visual. Pengalaman itu sebetulnya adalah pengalaman yang sangat batiniah. Kedua, pengalaman batiniah itu menyapa keterlibatan sangat pribadi. Maka bukan untuk dipamerkan, melainkan untuk dikaji secara pribadi dalam perjuangan bagi kepentingan bersama. Ketiga, penampakan sendiri sebetulnya bukan yang utama. Yang utama dalam Perjanjian Baru adalah pesan, atau warta pembangunan semesta yang dibawakan oleh peristiwa itu, dan diperjuangkan oleh tokoh yang bersangkutan. Kredibilitas pesan itu akan sangat tergantung pada perjuangan tulus dan jujur dari orang yang diutus tersebut. Keempat, penampakan lalu bukan suatu hal yang sensasional, melainkan hal yang amat personal. Keterlibatan personal terhadap prakarsa Allah menjadi tanda bukti apakah penampakan itu berbobot bagi pembangunan hubungan manusia dengan Allah ataukah sekedar untuk menjawab keinginan tahu seseorang. Akhirnya, kelima, penampakan adalah karya Allah, dan bukan manusia yang mencarinya. Karya Allah itu demi dan bagi kepentingan umat manusia, bukan untuk kepentingan pribadi si terpilih. Sikap yang muncul pada tokoh-tokoh terpilih adalah "mendengarkan". Istilah yang dikenakan pada diri Bunda Maria adalah "mengandung" dan "melahirkan". Bukankah pesan rohani ini juga harus kita kandung dan kita lahirkan dalam perbuatan baik? Apakah yang kita kandung? Dan apakah yang kita lahirkan bagi sesama?