Selama berabad-abad yang lampau orang beranggapan bahwa Musa
menulis Taurat (Pentateukh). Sampai sekarang pun memang masih banyak orang yang menganggap Musa
sebagai pengarang Taurat. Tetapi mulai sekitar abad pertengahan orang mulai
meragukannya karena bagaimana ia dapat menulis kematiannya dalam Ulangan
bab 34.
Selain itu ada sejumlah keberatan serius
terhadap pandangan Musa menulis Taurat. Salah satu indikasi yang muncul dalam studi
seksama tentang Taurat ialah pengakuan adanya nama-nama yang berbeda
untuk menyebut Allah. Beberapa bagian Taurat memilih nama kudus, yhwh, sedangkan bagian lain menyebut Allah elohim.
Perbedaan tersebut sedikit banyak mengungkapkan adanya pemikiran khas
dari pengarang yang berbeda. Para ahli menyebut masing-masing bagian
tersebut dengan tradisi Yahwista (Y) dan tradisi Elohista (E).
Penyelidikan lebih lanjut menemukan adanya sumber lain, yaitu tradisi
Imamat atau Priester (P) dan juga tradisi Deuteronomium atau Ulangan
(D). Dan pandangan ini menjadi diterima secara umum sejak dua abad
terakhir. Dengan mengetahui adanya berbagai sumber yang menyusun Taurat,
kita dapat memahami mengapa adanya berbagai pengulangan dalam Taurat
yang sebenarnya menyangkut peristiwa yang sama. Misalnya ancaman
terhadap Sarah mengalami berbagai pengulangan dalam Kej 12:10-31;
20:1-18; bdk 26:6-11).
Kita pun dibuat terkesan oleh penekanan yang
berbeda-beda dalam Taurat. Misalnya, tradisi P menyukai silsilah dan
hal-hal mengenai ibadat; tradisi D memiliki bahasa dan pandangan yang
kukuh. Selain itu dalam Taurat terdapat berbagai bentuk sastra seperti
puisi kuno, doa dan tindakan liturgis, sejarah keluarga, nyanyian
kemenangan, dan berbagai peraturan hukum yang sangat berbeda dengan
jenis lainnya. Jadi kita dapat menyimpulkan bahwa tradisi lisan dan
tertulis yang akhirnya dibakukan dalam Taurat berasal dari banyak orang
dan banyak tempat.