Kafan Turin adalah kain yang "dipercayai sebagai" pembungkus
mayat Yesus dan kini disimpan dalam gereja di kota Turin, Italia Utara.
Panjang kain itu 4,36 m dan lebarnya 1,12 m. Penginjil memberi kesaksian
bahwa mayat Yesus dikafani (Yoh. 19:40 par). Dan pada waktu Yesus
bangkit, yang tertinggal di makam-Nya hanyalah kain kafan-Nya (Yoh.
20:1-10 par). Sudah lumrahlah bahwa kain kafan Yesus itu dibawa,
disimpan dan dihormati oleh para murid-Nya. Tetapi, karena menjadi murid
Kristus pada tiga abad pertama sangat susah dan diancam akan dibunuh,
maka selama itu pula tak ada berita tentang kain kafan itu.
Baru
sesudah tahun 313, ketika Kaisar Konstantinus menjadi Kaisar Roma, dan
memperbolehkan rakyatnya beragama Kristen, maka agama Kristen maju
dengan pesat dan umat merasa bebas dalam mengungkapkan imannya. Pada
tahun 398, Santo Sirilus, Uskup Yerusalem, mempertunjukkan kain kafan
Yesus kepada umat. Pada tahun 670, Uskup Arkulfus dari Aritani,
Perancis, menulis dalam buku hariannya bahwa ia berziarah ke Yerusalem
dan di sana ia melihat, mencium dan mengukur panjang kain kafan Yesus.
Pada tahun 1005, Yerusalem jatuh ke tangan orang Turki. Orang-orang
Kristen lari ke Konstantinopel. Mereka membawa serta barang-barang suci,
termasuk kain kafan Yesus.
Pada tahun 1147, Raja Louis
VII, dari Perancis, datang ke Konstantinopel dan dia menghormati kain
kafan Yesus. Pada tahun 1353, kain kafan itu diketahui berada pada
keluarga Geoffrey de Charny di kota Lirey, Perancis dan rnereka
memamerkannya pada tahun 1357. Pada tahun 1452, kain kafan itu
dipertukarkan dengan sebuah puri dan tanah oleh Pangeran Louis Savoie.
Kain tersebut disimpan dalam sebuah kapel di Chambery dan kapel itu
terbakar tahun 1532, sehingga menghanguskan lipatan-lipatan tertentu
akibat peti perak penutup kain itu meleleh terbakar. Lalu Suster-suster
Klaris memperbaiki kain itu. Pada tahun 1578, Raja Savoie, Emmanuelle
Filibert II, memindahkan kain kafan tersebut ke kota Turin. Dalam Perang
Dunia II, kain tersebut sempat dipindahkan ke kota Napels, tetapi pada
tahun 1946 kain kafan tersebut dikembalikan ke kota Turin dan disimpan
di sana sampai sekarang.
Kain kafan tersebut menarik perhatian dunia karena menyangkut jawaban atas tiga pertanyaan ini:
- Apakah benar gambar yang tertera pada kain kafan itu benar-benar dari darah manusia dan bukan lukisan?
- Apakah benar bahwa kain kafan Turin itu benar-benar kain kafan Yesus?
- Bagaimana caranya hingga gambar itu bisa tertera pada kain kafan tersebut?
Tak
dapat disangkal bahwa gambaran Manusia yang tertera pada kain kafan
Turin itu mirip dengan gambaran Yesus yang didera dan disalibkan,
sebagaimana dikisahkan dolam keempat Injil. Dari penelitian-penelitian,
dapatlah diketahui banyak hal tentang penderaan, pemahkotaan duri,
penyaliban, penikaman lambung dan pemakaman Yesus.
Dari hasil penyelidikan, tak dapat diragukan lagi bahwa:
- Kain kafan itu pernah dipakai untuk membungkus seorang manusia.
- Gambar manusia itu membekas pada kain kafan itu.
- Bekas-bekas dalam gambar itu adalah benar-benar bekas-bekas darah dan bukan lukisan atau potret, sebab ditemukan adanya hemoglobin pada gambar tersebut.
Untuk
menjawab pertanyaan apakah kain kafan itu pembungkus mayat Yesus, Dr.
Max Frei, seorang ahli ilmu tepung sari, pernah menyelidiki dan
menemukan bahwa di antara serbuk-serbuk yang terdapat dalam kain kafan
Turin itu, ada tepung sari dari tanaman yang hanya tumbuh di Palestina,
ada tepung sari dari tanaman yang hanya tumbuh di Turki, dan ada tepung
sari dari tanaman yang hanya tumbuh di sepanjang Laut Tengah. Dan Prof.
Gilbert Raes, seorang ahli teknologi tekstil, menemukan bahwa kain kafan
Turin itu adalah sebuah tenunan yang ada di Timur Tengah sebelum abad I
Masehi. Tetapi Gereja masih membuka pintu bagi penyelidikan yang lebih
canggih. Pada hari Kamis, tanggal 13 Oktober 1988 Uskup Agung Turin,
Anastasio Kardinal Ballestrero, mengumumkan hasil penyelidikan kapan
kain kafan itu dibuat. Anastasio Kardinal Ballestrero mengatakan bahwa
pengujian dengan Karbon 14 (C-14) yang dilakukan di tiga laboratorium di
Inggris, Amerika Serikat dan Swiss menunjukkan bahwa kain kafan Turin
itu dibuat antara tahun 1260-1390. Tetapi ada yang menyanggah, bahwa
kain kafan yang diselidiki ternyata dipalsukan. Selisih pendapat sekitar
kain kafan hingga kini masih tetap berlangsung. Namun Kardinal itu
menambahkan: "Gereja percaya pada gambar yang terbayang pada kain kafan
itu dan bukan pada sejarahnya, karena bayangan Yesus Kristus itu
kenyataannya sangat menarik dan orang sangat percaya pada Yesus". Gereja
Katolik Roma tidak mengakui kain kafan Turin itu sebagai suatu
peninggalan yang patut dianggap suci, tetapi gereja tetap merawatnya
dengan penuh rasa hormat sebab masih adanya kemungkinan kain kafan itu
merupakan kain kafan Yesus Kristus.
Tetapi, sampai
sekarang yang belum bisa dijawab secara ilmiah adalah bagaimana gambar
manusia yang menderita bisa tertera pada kain kafan itu. Sebab gambar
manusia itu bukanlah lukisan dan bukan potret juga. Gambar itu
benar-benar dari darah manusia dan manusia yang tertera pada kain kafan
itu mirip dengan Yesus yang disalibkan, lengkap dengan luka-luka-Nya.
Adakah cara gambar manusia yang tertera pada kain kafan itu adalah cara
Yesus bangkit?
Dalam Kitab Suci tidak ditemukan
bagaimana caranya Yesus bangkit dari mati. Dari penyelidikan Kain Kafan
Turin, dapatlah kita ketahui bahwa:
- Mayat Yesus tidak berada cukup lama dalam kain kafan-Nya, sebab jika lebih dari 4 hari maka mayat akan membusuk. Padahal tidak ditemukan adanya pembusukan dalam kain kafan itu.
- Ketika bangkit, mayat Yesus tetap terbungkus dalam kain kafan-Nya, sebab bekas-bekas darah dalam kain kafan itu tetap utuh; bekuan darah-Nya tidak retak atau rusak.
- Yesus bangkit dengan kekuatan energi yang luar biasa, bersinar cemerlang sehingga gambar Yesus pada kain kafan itu memiliki ciri-ciri barang hangus.